Jakarta – Forum Improvement & Innovation Award atau IIA 2024 Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa mulai bergulir. Forum ini memberikan kesempatan mahasiswa ITS lintas jurusan untuk menyerap ilmu dari pakar, praktisi hulu migas Pertamina, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Salah satunya, membahas tentang peluang sekaligus tantangan dalam mewujudkan ketahanan energi nasional, khususnya upaya eksplorasi laut dalam dan operasional lepas pantai.
“Kebutuhan energi kita saat ini belum bisa sepenuhnya didukung oleh energi terbarukan. Energi migas masih sangat dibutuhkan untuk mendukung suplai energi di Indonesia, setidaknya dalam 50 hingga 100 tahun ke depan,” kata VP Exploration Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa, Indra Yuliandri di hadapan mahasiwa, dikutip pada Selasa, 8 Oktober 2024.
Ia menjelaskan, saat ini, Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa dalam proses mengeksplorasi wilayah kerja baru East Natuna, di Kepulauan Riau. Setelah diawali analisa kajian geologi and geofisika pada 2023, kegiatan seismik lepas pantai telah dimulai awal Oktober ini.
Baca juga : 19 Tahun Hadir di RI, Ini Bukti Pertamina EP Perkuat Ketahanan Energi Nasional
‘’Tujuannya untuk memetakan struktur geologi bawah permukaan bumi. Target kami di 2026 sudah bisa dilakukan pengeboran untuk membuktikan adanya cadangan hidrokarbon di wilayah tersebut,” jelasnya.
Penuhi kebutuhan dalam negeri
Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa berkomitmen untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri. Kendati demikian, keberlanjutan lingkungan tetap menjadi fokus utama.
Di wilayah kerja ONWJ (Onshore North West Java) berlokasi di lepas pantai utara Laut Jawa, yang dikelola Pertamina Hulu Energi ONWJ (PHE ONWJ), disiapkan menjadi salah satu lokasi CCS/CCUS (carbon capture and storage/carbon capture, utilization and storage).
CCS/CCUS merupakan teknologi mitigasi pemanasan global dengan cara mengurangi emisi CO2. Metode itu dilakukan dengan menangkap dan memisahkan emisi gas karbon dioksida yang seringkali dihasilkan industri. Tangkapan karbon itu kemudian dipadatkan dan diinjeksikan ke reservoir migas.
Baca juga : Anggaran Ketahanan Energi Tahun Pertama Prabowo Dialokasikan Rp421,7 Triliun, Untuk Apa Saja?
Langkah CCS disebut menjadi tren baru dalam menghadapi transisi energi demi tercapainya target Net Zero Emission (NZE) global. Implementasinya diyakini akan mendukung peningkatan produksi migas sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Komitmen Pertamina dalam mendukung lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan akan terus kita jalankan,” terangnya.
Bergulirnya pekerjaan CCS akan membuka peluang kerja yang sangat baik dan membutuhkan sumber daya manusia dalam jumlah besar. CCS perlu membangun carbon capture plan, fasilitas yang dekat dengan laut dan transportasi kapal.
Untuk itu penting bagi mahasiswa meningkatkan kompetensinya, baik dari jurusan teknik apapun agar bisa turut berkontribusi mengawal pengelolaan migas yang lebih berkesinambungan.
Pesan itu senada dengan yang disampaikan Muzwir Wiratama, General Manager PHE ONWJ. Dalam rantai operasional, PHE ONWJ akan membutuhkan sumber daya manusia dari berbagai lintas teknik.
Dukung NZE 2030
PHE ONWJ siap mendukung pemerintah untuk mencapai NZE 2030 atau lebih cepat. Strategi yang dijalankan mencakup efisiensi energi, manajemen bahan, pemanfaatan suar bakar di anjungan Zulu sebagai bahan bakar turbin generator, penggunaan bio diesel B35 untuk kapal operasi lepas pantai, penanaman mangrove hingga CCS.
Panel-panel tenaga surya juga dipasang di 12 fasilitas lepas pantai. Sebanyak 864 panel solar terpasang mampu menghasilkan energi baru terbarukan sebesar 1.435,91 Gigajoules per tahun atau 398.864,70 KWh per tahun atau setara dengan 1,09 MWp. Selain itu juga penurunan beban emisi sebesar 301,98 ton CO2 eq per tahun.
“Kami juga mencoba mengembangkan potensi lokal komunitas dan lingkungan dengan menginisiasi program yang diberi nama “Jam Pasir”, kepanjangan dari Jaga Alam Melalui Pemberdayaan Masyarakat Pesisir,” kata Wira.
Baca juga: Konsisten Dukung Pendidikan, Tugu Insurance Bangun Perpustakaan dan Berikan Literasi Keuangan untuk Siswa
Daratan Dusun Pasir Putih yang berada di pesisir utara Kabupaten Karawang dulunya tergerus arus laut hingga mengalami abrasi. Di daerah itu kemudian dikembangkan inovasi APPOSTRAPS (akronim dari alat pemecah, peredam ombak, dan sedimen traps).
Inovasi ini menyulap ban bekas menjadi alat pemecah gelombang, dengan modul unik berbentuk segitiga.
Program Jam Pasir berhasil memanfaatkan 19.100 limbah ban bekas, berdampak positif dengan bertambahnya sedimentasi garis pantai sejauh 400 meter.
Sejak diaplikasikan tahun 2022, tidak saja risiko abrasi dapat ditanggulangi, inovasi ini bahkan berhasil memulihkan dan membentuk lahan baru seluas 3,62 hektar.
Program itu mendapat apresiasi dari BRIN yang diwakili Agusta Samodra Putra S.Si., M. Eng., Ph.D. Menurutnya, aspek keberlanjutan tidak selalu bermakna dampak lingkungan, melainkan juga dampak sosial yang melibatkan masyarakat. (*)
Editor: Yulian Saputra