Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemimpin Redaksi Infobank
PARA pelaku bisnis di sektor multifinance dan asuransi harus memperkuat kuda-kuda. Sebab, mereka sedang menghadapi pasar yang tertekan cuaca ekonomi makro yang panas karena terbakar inflasi, suku bunga yang tinggi, dan rupiah yang ambruk ke Rp16.427 per USD. Industri multifinance harus menggali kue pasar selain pembiayaan kendaraan bermotor yang akan kembali menurun menjadi di bawah 1 juta unit tahun ini.
Untungnya, bersih-bersih di sektor multifinance telah selesai bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan peta jalan industri pembiayaan dalam tiga fase. Fase satu, penguatan pondasi pada 2024-2025. Fase dua, konsolidasi dan menciptakan momentum pada 2026-2027. Fase tiga, penyesuaian dan pertumbuhan pada 2028.
Sebelumnya, berdasarkan catatan Infobank sejak 2016 hingga Juni 2024, OJK sudah mencabut 62 perusahaan multifinance karena tidak memenuhi ketentuan OJK. Penguatan daya tahan penting karena masih sejumlah perusahaan multifinance yang kinerjanya pas-pasan.
Menurut kajian Biro Riset Infobank dalam Rating 140 Multifinance 2024, secara industri laba multifinance jiwa tumbuh 12,98 persen menjadi Rp23 triliun sepanjang 2023, tapi ada 55 perusahaan yang labanya anjlok, dan tercatat ada 25 perusahaan yang merugi. Ada 6 perusahaan yang modalnya kurang dari Rp100 miliar. Dalam hasil rating tahun ini, terdapat 14 perusahaan yang kinerjanya Tidak Bagus. Sementara lebih dari separuh atau 79 perusahaan berkinerja Sangat Bagus.
Baca juga: Di Tengah Anomali Ekonomi RI: PDB Tumbuh 5 Persen dan Daya Beli Tetap Ambruk
Saat ini, perusahaan pembiayaan harus menghadapi kompetisi ketat dengan menanggung biaya dana yang mahal. Yang harus diantisipasi adalah risiko gagal bayar, fraud, termasuk kejahatan keuangan yang meningkat di tengah masa sulit karena ada pihak yang berusaha mengambil keuntungan dengan merugikan orang-orang lain.
Industri ini sudah memiliki pengalaman pahit ketika sejumlah pemainnya jor-joran menyasar pasar pinggiran dengan bunga mahal atau membiayai produk-produk muntahan dari multifinance lain seperti mobil-mobil tua tentu dengan risiko yang tinggi pula.
Begitu juga industri asuransi umum yang dari sisi klaim bisa meningkat karena berbagai faktor, salah satunya kejahatan klaim. Menurut Biro Riset Infobank, kenaikan signifikan biaya klaim asuransi umum yang pada 2023 meroket 37,43 persen menjadi Rp34,74 triliun tampaknya akan berlanjut tahun ini. Per April 2024, beban klaim asuransi umum meningkat 22,65 persen menjadi Rp12,03 triliun.
Pendapatan premi industri asuransi umum sesungguhnya telah tertekan. Sebab, sektor sektor ritel dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tak punya daya beli. Begitu juga sektor korporasi yang melemah. Sumber Infobank mengatakan, pertumbuhan premi bruto per April yang mencapai 24,80 persen secara year on year (yoy) itu dipengaruhi oleh dua hal.
Satu, peralihan pencatatan premi tahun lalu yang digeser ke kuartal satu 2024. Dua, peran captive market di segmen korporasi yang dimiliki sejumlah pemain besar seperti Sinarmas, Astra Buana, atau Tugu Pratama. Jika premi grup itu dikeluarkan, produksi premi asuransi umum sebetulnya tidak tumbuh.
Menurut kajian Biro Riset Infobank dalam Rating 114 Asuransi 2024, secara industri pendapatan premi bruto asuransi umum tumbuh 27,18 persen menjadi Rp99,35 triliun sepanjang 2023, tapi ada 12 perusahaan yang preminya anjlok, dan empat perusahaan tidak diketahui karena tidak mengeluarka laporan keuangan. Dalam hasil rating tahun ini, terdapat 71 perusahaan asurans yang kinerjanya Sangat Bagus, ada nada 3 perusahaan asuransi umum yang predikatnya Tidak Bagus.
Sementara dari 50 perusahaan asuransi jiwa yang ada, hanya 16 pemain yang kinerjanya Sangat Bagus, dan 5 berpredikat Tidak Bagus. Di tengah pendapatan premi bruto secara industri yang terkontraksi sebesar 7,43 persen, ada 29 perusahaan asuransi jiwa berhasil mencetak pertumbuhan premi bruto.
Baca juga: OJK Hadapi Dua Tantangan Besar di Industri Asuransi, Apa Saja?
Dari sisi aset, kinerja asuransi jiwa juga tertekan oleh anjloknya pasar modal karena brangkas investasinya tertanam di saham dan reksadana pun telah tergerus. Per April 2024, investasi asuransi jiwa merosot 0,86 persen menjadi Rp510,82 triliun. Penurunan itu dipengaruhi oleh kinerja saham dan reksadana yang porsinya 40% dari total investasi mengalami penyusutan nilai hingga 17,13 persen menjadi Rp205,69 triliun.
Sedangkan, industri asuransi umum yang menikmati pertumbuhan 23,72 persen pada 2013, dan meningkat 21,26 persen per April 2024, lebih menghadapi tantangan kelesuan sektor riil. Begitu juga industri multifinance yang asetnya mulai diintip tren kenaikan non performing financing (NPF) dari 2,32 persen pada 2022 menjadi 2,44 persen pada 2023 dan per Maret 2024 naik lagi menjadi 2,45 persen.
Seperti apa rapor perusahaan-perusahaan multifinance dan asuransi di tengah musim kering menurut Rating Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) menurut Versi Infobank 2024? Mampuhkah perusahaan multifinance dan asuransi yang tingkat kesehatannya pas-pasan bertahan hidup jika ambruknya nilai tukar rupiah berlanjut hingga Rp17.000 per USD? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 555 Juli 2024?