Investasi selalu memiliki dua sisi, yaitu return atau imbal hasil dan risiko. Dalam berinvestasi berlaku hukum bahwa makin tinggi return yang ditawarkan, makin tinggi pula risiko yang harus ditanggung investor.
Dalam ijma’, para ulama menyebutkan investasi yang benar dan diperbolehkan menurut hukum Islam ialah investasi yang memenuhi kriteria. Investasi dipandang sah menurut hukum bila terpenuhinya tiga rukun berikut ini.
1. Pelaku (Investor dan Pengelola Modal)
Kedua pihak di sini ialah investor dan pengelola modal. Keduanya disyaratkan memiliki kompetensi beraktivitas, dalam hal ini orang yang tidak dalam kondisi bangkrut atau terlilit utang. Orang yang bangkrut terlilit utang, orang yang masih kecil, orang gila, semuanya tidak boleh melaksanakan transaksi ini. Bukan merupakan syarat bahwa salah satu pihak atau kedua pihak harus seorang muslim. Boleh saja bekerja sama dengan orang-orang dari agama lain yang dapat dipercaya dalam bisnis penanaman modal ini. Syaratnya harus terbukti adanya pemantauan terhadap aktivitas pengelolaan modal dari pihak muslim sehingga aktivitas tersebut terbebas dari riba dan berbagai bentuk jual beli yang berdasarkan riba.
2. Akad perjanjian
Akad perjanjian ini merupakan titik awal terjadinya bisnis ini sekaligus sebagai dasar dari penentuan besaran persentasi pembagian keuntungan. Karena itu, akad perjanjian ini harus dilaksanakan dalam keadaan sadar dan tidak ada unsur paksaan sehingga kedua pihak sama-sama rida.
3. Objek transaksi
Objek transaksi dalam penanaman modal ini tidak lain ialah modal, usaha, dan keuntungan. Syarat modal yang bisa digunakan investasi ialah harus merupakan alat tukar, seperti emas, perak atau uang secara umum. Modal ini tidak boleh berupa barang, kecuali bila disepakati untuk menetapkan nilai harga barang tersebut dengan uang. Sehingga, nilainya itulah yang menjadi modal yang digunakan untuk memulai usaha. (*)