Oleh: Mikail Arkana Mo
Penulis adalah Pengamat Ekonomi dan Pasar Modal dari The Asian Economic and Capital Market Institute
PEKAN ini Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) bank-bank akan dilaksanakan. RUPSLB ini berdasarkan usulan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Paling tidak, ada dua mata acara yang diusulkan, pertama pemaparan atau evaluasi kinerja perseroan Triwulan II/Semester I Tahun 2019. Kedua, perubahan susunan pengurus perseroan atau dengan kata lain akan dilakukan bongkar pasang pengurus.
Menurut catatan penulis, RUPSLB pekan ini merupakan RUPS yang ketiga (selama 7 bulan) bagi bank-bank yang agendanya ganti dan tambah direksi. Semua usulan dilakukan oleh Menteri BUMN karena mewakili pemegang saham pemerintah.
Usulan RUPSLB bagi 5 BUMN, termasuk 4 bank BUMN ini, mendapat reaksi dari Istana Kepresidenan. Awal bulan lalu, seperti dikemukakan oleh Moeldoko, Kepala Staf Presiden, dalam Sidang Kabinet, semua pejabat Kabinet Kerja I harus mengikuti arahan Presiden Joko Widodo, untuk tidak mengambil kebijakan strategis, termasuk tidak merombak atau mengganti direksi BUMN. Pemerintah Jokowi-Kalla tidak mau memberi beban moral pada pemerintahan selanjutnya.
Publik pun bertanya-tanya. Mengapa Menteri Rini Sumarno di saat injury time hendak merombak direksi? Adakah soal kinerja, atau ambisi pribadi di masa akhir tugasnya, atau kalau tetap menjadi Menteri BUMN, mengapa tidak menunggu sampai Oktober?
Mengapa bank-bank BUMN yang kinerjanya kinclong dan menyumbang dividen bagi keuangan Negara termasuk terbesar selalu ada agenda perombakan direksi?
Sementara yang justru jeblok dengan laporan keuangan penuh “rekayasa” seperti Garuda Indonesia tetap didiamkan?
Tidak mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan public seperti itu. Jujur saja, setiap RUPS di bank-bank, seperti pernah diceritakan mantan direksi bank BUMN, direksi sudah siap-siap bawa “kardus” berisi berkas untuk meninggalkan ruangan.
Tahun ini, selama 7 bulan, RUPS dengan agenda ganti direksi bank-bank sudah terjadi tiga kali termasuk RUPS pekan ini. Tidak lazim dan terkesan diada-adakan. Secara psikologis, agenda pergantian direksi ini mengganggu kerja. Setiap RUPS selalu ada pergantian pengurus, bisa jadi membuat direksi tidak bisa bekerja maksimal.
Jika kinerja dianggap kurang dan “over paid” mengapa dipilih waktu itu. Jadi pergantian atau perombakan yang sering ini sepertinya tidak ada perencanaan yang matang dari Kementerian BUMN. Jika direncanakan dengan matang, tentu tidak sering gonta ganti direksi. Pergantian direksi bukan berbasis Key Performance Indicator (KPY), bolah jadi lebih pada selera Menteri Rini yang setiap pekan Rakor BUMN di banyak tempat di Indonesia.
Publik melihat, jika dibandingkan dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) – yang ganti gubernur ganti direksi sepertinya lebih baik dibandingkan Kementerian BUMN yang tahun ini saja sudah tiga kali ganti direksi. Hal ini bisa saja di Kementrian BUMN syarat dengan kepentingan.
Lihat bank-bank swasta pesaing Bank-bank BUMN, seperti BCA. Sepanjang direksi dapat meningkatkan value bagi pemegang saham dan tidak terjadi penyimpangan, maka akan terus dipertahankan. Pemegang saham tidak sibuk gonta-ganti direksi seperti layaknya “strika”. Bolak-balik dan bahan bakunya bankir-bankir seputar itu saja.
Mengapa RUPSLB tetap dijalankan meski Jokowi melarang merombak direksi BUMN, termasuk 4 bank BUMN? Rapat tetap dijalankan, karena kelima BUMN itu adalah perusahaan public. Undangan RUPSLB sudah beredar. Jadi sebagai perusahaan public tidak bisa menarik rencana RUPSLB yang juga mendadak. Hal ini bisa dijelaskan kepada Presiden. Perusahaan public harus menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Tapi bongkar pasang direksi yang terlalu sering juga menimbulkan tanda tanya investor.
Meski RUPSLB tetap dilaksanakan, penulis yakin Kementerian BUMN tidak akan berani melanggar “perintah” Jokowi untuk tidak mengganti direksi bank-bank BUMN sampai Oktober 2019. Jika tetap ada pergantian berarti Menteri Rini “super sakti”. Lazimnya, untuk urusan direktur utama bank-bank harus lewat Presiden, tapi yang direksi cukup Menteri BUMN saja.
Penulis memperkirakan, RUPSLB akan memutuskan dengan berbagai skenario. Untuk laporan keuangan Semester I 2019 tidak ada isu penting, karena kinerja tumbuh dengan baik dan dipastikan diterima, kecuali BTN yang tumbuh moderat. Itupun akan tetap diterima.
Prinsipnya semua laporan keuangan semester I tahun 2019 akan diterima, apalagi karena memang tidak ada kelaziman. RUPSLB dengan agenda Kinerja Semester I-2019 tidak pernah terjadi sepanjang sejarah perusahaan public. Tapi entahlah tergantung pemegang saham. Logika investor di pasar boleh jadi terganggu.
Skenario satu : Untuk agenda pergantian direksi dan komisaris. Untuk posisi direktur utama tidak akan diganti atau tetap. Hal ini karena perintah Presiden Jokowi.
Skanerio dua : Meski tidak ada pergantian direktur utama di bank-bank, tetap saja bisa jadi dilakukan pergantian, atau penambahan atau perubahan nomenklatur. Untuk posisi direktur berada di tangan Menteri BUMN.
Dalam skenari ini juga. Diperkirakan, untuk di BTN akan terjadi penambahan direksi karena dibiarkan kosong pada RUPST Mei 2019 lalu. Diperkirakan juga, di Mandiri akan ada penambahan satu direksi. Sementara ada pergantian komisaris, terutama di Bank Mandiri. Ada satu komisaris yang diganti karena sudah habis masa tugasnya.
Sedangkan untuk BNI dan BRI boleh jadi tidak akan dilakukan perombakan, atau pergantian, karena masa tugasnya belum selesai dan kinerjanya terus tumbuh dengan baik. Tidak ada alasan kinerja bagi Bank Mandiri, BRI dan BNI. Jika terjadi pergantian direksi berarti selama ini boleh jadi di BUMN tidak ada perencanaan matang dalam mengisi pos-pos direksi.
Pesan Jokowi jelas. Tidak boleh melakukan perombakan, atau pergantian direksi di BUMN, termasuk di bank-bank BUMN sampai Oktober 2019, atau sampai terbentuknya Kabinet Kerja II. Menteri Rini diperkirakan akan mengikuti perintah Jokowi. Tidak akan mengganti direksi yang belum habis tugasnya. Apalagi, posisi Menteri BUMN ini sangat strategis, dan sudah tentu Menteri Rini tak ingin kehilangan kursi menteri yang menjadi hak prerogratif Presiden Jokowi.
Namun kalau toh sampai terjadi pergantian direksi yang tidak sesuai perintah Jokowi, tentu public akan menilai, berarti Menteri Rini lebih “sakti” dari Jokowi yang menang Pemilu dengan 55,5%, atau 85.607.362 suara rakyat Indonesia. Kita tunggu hasilnya RUPSLB pada pekan ini. (*)