Jakarta – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bisa naik tiga kali lipat jika rakyat tidak membayar pajak, didasari oleh ramainya seruan untuk tidak membayar pajak, imbas kasus pejabat pajak di lingkungan Kemenkeu yang kerap pamer harta.
Menanggapi hal tersebut, Fajry Akbar Research Manager Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengatakan, yang dimaksudkan oleh Menkeu adalah pentingnya pendapatan negara dari penerimaan pajak, salah satunya untuk dialokasikan pada subsidi BBM.
Sehingga, jika tanpa ada penerimaan pajak dari rakyat maka pemerintah tidak bisa memberikan subsidi dan akan berimbas pada harga BBM yang melonjak.
“Tanpa ada penerimaan pajak, kita tak bisa berikan subsidi, harga BBM akan naik tiga kali lipat. Kita berbicara seperti harga BBM tahun lalu ya,” ujar Fajry saat dihubungi Infobanknews, dikutip Rabu, 8 Maret 2023.
Sementara itu, dari kasus pejabat pamer harta yang memunculkan ajakan untuk tidak membayar pajak, pastinya melukai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Mengingat masih banyak masyarakat di Tanah Air yang kurang mampu.
“Mereka (rakyat) pasti mempertanyakan, sumber penghasilannya dari mana? terlebih lagi, perilaku tersebut pastinya melukai hati publik, mengingat masih banyak masyarakat kita yang kurang mampu,” ujar Fajry.
Selain itu, menurutnya, gaya hidup mewah yang dilakukan oleh para pejabat kemenkeu merupakan dorongan untuk melakukan tindak korupsi. Ketika pengeluaran tidak sesuai dengan pendapatan, ada risiko penyalahgunaan wewenang untuk menghasilkan pendapatan tambahan yakni korupsi.
“Semakin besar sisi pengeluarannya semakin besar risiko untuk melakukan korupsi. Dari sinilah muara dari banyaknya kasus korupsi di Indonesia,” ungkapnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra