Jakarta — Market pembiayaan bagi usaha, kecil dan menengah (UKM) di Indonesia masih sangat besar sehingga keberadaan financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending sangat potensial dan dibutuhkan dalam mempertipis gap pembiayaan terhadap UKM.
Namun, berdasarkan data dari otoritas keuangan, bahwa terlihat adanya gap kebutuhan pembiayaan bagi UKM hingga sebesar Rp1.000 triliun pada akhir tahun 2017. Sedangkan porsi dari perusahaan-perusahan fintech lending per Juli 2018, baru menyalurkan pembiayaan sekitar Rp7 triliun.
Di satu sisi, peran P2P Lending sebagai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi sangat relevan dan cukup krusial yang diharapkan dapat menjadi angin segar bagi pertumbuhan sektor UKM di Indonesia.
Dengan layanan P2P Lending, setiap UKM yang selama ini kesulitan memperoleh akses pembiayaan dari perbankan dan layanan keuangan konvensional lainnya, diberikan akses pembiayaan baru dengan syarat lebih fleksibel serta prosesnya secara online sehingga jauh lebih cepat dan lebih mudah.
Baca juga: Banyak Fintech Tutup di China, OJK Diminta Terbitkan Aturan Yang Fair
Chief Credit Officer & Co-Founder Akseleran, Christopher Gultom, mengatakan, sejak Oktober 2017 hingga pertengahan Agustus 2018, pihaknya telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp95 miliar. Ia mengklaim, pencapaian itu merupakan yang tercepat dibandingkan P2P Lending lainnya yang ada saat ini di Indonesia.
“Untuk NPL kami sebesar 0,6%, ini angka yang real dan kami harapkan status NPL di akhir tahun ini menjadi 0%. Sementara itu, rata-rata suku bunga yang diberikan sebesar 18%-21% per tahun, dengan besaran rata-rata pinjaman sebesar Rp400 juta,” katanya, Senin (20/08).
Saat ini, Christopher mengungkapkan, Akseleran telah menyalurkan pinjaman untuk UKM (borrower) minimal sebesar Rp75 juta dan maksimal Rp2 miliar. Sedangkan para pemberi pinjaman (lender/investor) di Akseleran mulai dari Rp100 ribu dan maksimal tak terbatas. (Ayu Utami)