Jakarta – Perlindungan data pribadi saat ini masih menjadi isu panas untuk dibahas. Sejumlah kasus peretasan data atau cyber crime masih banyak terjadi, dan menimpa sejumlah lembaga besar di Indonesia, termasuk salah satunya lembaga perbankan.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, memberikan bocoran bahwa indeks keberdayaan konsumen (IKK) dan literasi membaca masyarakat Indonesia yang masih rendah sebagai salah satu faktor utama penyebab masih tingginya kebocoran data konsumen.
“Indeks konsumen kita masih kurang ya memang, dibandingkan negara-negara Eropa atau negara-negara Asia lainnya. Kita baru di skala mampu. Dan tingkat literasi membaca buku kita juga semakin rendah mengingat adanya pengaruh gadget. Data PBB menunjukkan dari 1.000 masyarakat Indonesia, yang membaca buku itu hanya satu orang. Satu berbanding seribu,” jelas Tulus, Kamis, 18 Agustus 2022.
Indeks keberdayaan konsumen (IKK) Indonesia berada di level “mampu” dengan skor 50,39 di 2021. Sedangkan skor IKK di negara maju minimal berada di kisaran 53-67 dengan level kritis dan berdaya. IKK memiliki empat level, yakni level paham, mampu, kritis, dan berdaya.
“Sedangkan indeks literasi digital masyarakat Indonesia juga masih di bawah standar, yakni 3,45. Berada di level belum cukup baik,” tambah Tulus.
Tulus pun memberikan contoh bagaimana masyarakat Indonesia masih kurang peka terhadap pentingnya menjaga kerahasiaan one-time password (OTP). Lalu, kebanyakan masyarakat Indonesia juga memiliki kesediaan yang minim untuk membaca persyaratan atau terms yang dipublish oleh pihak penyedia layanan sebelum menekan tombol klik persetujuan layanan tertentu.
“Literasi konsumen juga harus semakin ditingkatkan, agar konsumen jangan asal klik, tapi harus membaca persyaratannya terlebih dahulu. Jadi, sebenarnya ini kata kuncinya adalah kurang membaca. Harus mau membaca terlebih dahulu, jangan asal klik,” tegas Tulus.
Di satu sisi, Direktur Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Retno W. Wijayanti menjelaskan, peningkatan literasi membaca maupun digital masyarakat Indonesia harus secara berkelanjutan ditingkatkan. Berbagai pihak, bukan hanya regulator, perusahaan-perusahaan penyedia jasa digital juga terus menerus mengedukasi masyarakat untuk peningkatan literasi dan awareness.
“Kominfo masih terus memproses regulasi keamanan data. Bahkan, di tingkat G20 itu sudah dibahas pada level menteri bagaimana cara mengamankan data pribadi. Bahkan, company-company juga sudah membahas hal ini di tingkat internal mereka. Banyak perusahaan yang terus mengedukasi masyarakat untuk mengamankan data pribadinya, supaya masyarakat semakin banyak yang aware terkait keamanan data pribadi ini,” kata Retno. (*) Steven Widjaja