Jakarta – Kondisi likuiditas perbankan yang diperkirakan akan lebih ketat di 2016 ini menjadi hambatan utama bagi bank. Terlebih, pemerintah berencana akan mencari pendanaan di pasar melalui mekanisme front loading Surat Berharga Negara (SBN) yang diperkirakan akan membuat likuditas menjadi ketat.
Melihat kondisi tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengakui, rencana pemerintah yang bakal melakukan front loading SBN untuk membiayai anggaran pemerintah (APBN), tentu hal tersebut akan berdampak kepada likuiditas perbankan. Sehingga pembiayaan ke masyarakat menjadi lebih terbatas.
“Kalau seandainya pemerintah akan melakukan front loading, jadi artinya mengeluarkan SBN lebih awal untuk pembiayaan anggaran, tentu akan menarik likuiditas, ini akan mengurangi likuiditas bank,” ujar Agus di Gedung BI, Jakarta, Jumat, 22 Januari 2016.
Selain itu, kebijakan pemerintah dalam mencari pendanaan di pasar melalui mekanisme front loading SBN tersebut, tentu juga akan berdampak kepada dana-dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang selama ini di tempatkan di Bank Pembangunan Daerah (BPD). Hal ini dikhawtirkan akan meningkatkan biaya dana pihak ketiga (DPK).
“Tentu terkait dengan rencana pemerintah untuk menyalurkan dana ke daerah dalam bentuk dana bagi hasil atau supaya daerah yang belum memerlukan dananya itu diberikan dalam bentuk SBN. Hal ini membuat tersedianya dana menjadi lebih terbatas,” tukasnya.
Kendati demikian, Agus mengaku, bank sentral bakal mengantisipasinya lewat kebijakannya, namun tetap melihat dampak yang akan terjadi dalam kedepannya. Sehingga likuiditas perbankan dapat lebih terjaga dan memadai. Dia menilai, dengan likuiditas yang terjaga maka kegiatan ekonomi, khususnya terkait dengan penyaluran kredit dapat berjalan.
“Kita tetap melihat kedepannya ini. Bank sentral perlu melakukan intervensi atau kita melakukan stabilitas sistem keuangan, tapi tentu inikan bisa memengaruhi rupiah. Kita akan jaga supaya likuiditasnya cukup sehingga kegiatan ekonomi, khususnya terkait dengan penyaluran kredit untuk memelihara ketersediaan transaksi, itu bisa memadai,” ucap Agus.
Agus mengaku, untuk menyikapi kebijakan pemerintah tersebut, Bank Sentral melihat memang masih ada ruang pelonggaran moneter. Namun demikian BI akan mempertimbangkan sejumlah faktor-faktor utama seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, neraca pembayaran dan stabilitas sistem keuangan nasional. Jika faktor-faktor ini bisa terjaga maka BI akan melakukan pelonggaran kebijakan moneter.
“Kita di bulan Januari sudah menyesuaikan bi rate dengan penurunan 0,25%. Jadi dengan menjaga kondisi faktor-faktor itu, kalau ini terjaga, kita akan bisa melakukan penyesuaian bi rate, dan kita melihat ruang itu,” tutup Agus. (*) Rezkiana Nisaputra