Jakarta–Bank Indonesia (BI) memperkirakan kondisi likuiditas perbankan pada 2016 akan lebih ketat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Terlebih, pemerintah berencana akan mencari pendanaan di pasar melalui mekanisme front loading (di awal tahun) Surat Berharga Negara (SBN) yang diperkirakan akan membuat likuditas menjadi lebih ketat.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rahmat Waluyanto menegaskan, bahwa rencana pemerintah yang mencari pendanaan di pasar melalui mekanisme front loading SBN, belum tentu berdampak kepada likuiditas perbankan. Menurutnya, selama mekanisme front loading SBN itu digunakan untuk kepentingan pemerintah, maka likuiditas masih akan terjaga.
“Saya enggak terlalu yakin itu yang menyebabkan likuiditas ketat, karenakan tergantung apakah uang itu akan digunakan atau enggak, kalau kemudian diambil dari market enggak digunakan ya likuiditas ketat. Tapi kalau itu digunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan infrastruktur, untuk belanja barang itu justru akan menambah likuiditas,” ujarnya di Jakarta, Senin, 25 Januari 2016.
Dirinya mengaku, tidak mempermasalahkan kebijakan pemerintah terkait dengan front loading SBN tersebut. Kendati demikian, jika memang kebijakan itu berdampak ke likuiditas perbankan, pihaknya akan melakukan kajian dan berkoordinasi dengan pemerintah dan BI, untuk membicarakan apakah mekanisme front loading SBN tersebut membuat likuiditas perbankan semakin ketat.
“Menurut saya kalau dana yang tidak digunakan dipakai untuk SBN saya kira tidak ada masalah, tapi kok ada suara bahwa itu membuat likuiditas lebih ketat. Tapi nanti kita lihat mengapa bisa demikian. Menurut saya kalau pemerintah memberikan dana ke daerah dalam bentuk nontunai, karena di situ masih ada dana yang tidak terpakai cukup besar, menurut saya itu logikanya masuk. Kan kita selalu mantau kondisi likuiditas,” tukasnya.
Sedangkan untuk pemantauan kondisi likuiditas perbankan, kata dia, pihaknya terus melakukan pengawasan dalam bentuk supervisory action. Dia menjelaskan, jika ada perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas, maka OJK sebagai regulator yang mengawasi bank, akan melakukan tindakan sesuai dengan mekanismenya. Dirinya menilai, pemberlakukan front loading SBN itu bertujuan untuk mengoptimalkan dana yang mengendap di lembaga-lembaga keuangan yang ada di daerah.
“Apapun penyebabnya kalau itu memang kemudian suatu saat bank mengalami kesulitan likuiditas, tentunya ada mekanisme untuk mengatasi itu, jadi begini kita tanya pemerintah. Saya kira pemerintah sudah melakukan kebijakan yang betul-betul sudah diperhitungkan plus minusnya. Betul-betul dipertimbangkan impact-nya,” ucapnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo menyatakan, bahwa rencana pemerintah yang bakal melakukan front loading SBN untuk membiayai anggaran pemerintah (APBN) akan berdampak kepada likuiditas perbankan. Sehingga pembiayaan ke masyarakat menjadi lebih terbatas.
“Kalau seandainya pemerintah akan melakukan front loading, jadi artinya mengeluarkan SBN lebih awal untuk pembiayaan anggaran, tentu akan menarik likuiditas. ini akan mengurangi likuiditas bank,” ujarnya.
Selain itu, kebijakan pemerintah dalam mencari pendanaan di pasar melalui mekanisme front loading SBN tersebut, tentu juga akan berdampak kepada dana-dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang selama ini di tempatkan di Bank Pembangunan Daerah (BPD). Hal ini dikhawatirkan akan meningkatkan biaya dana pihak ketiga (DPK).
“Tentu terkait dengan rencana pemerintah untuk menyalurkan dana ke daerah dalam bentuk dana bagi hasil atau supaya daerah yang belum memerlukan dananya itu diberikan dalam bentuk SBN. Hal ini membuat tersedianya dana menjadi lebih terbatas,” tukasnya. (*) Rezkiana Nisaputra