Jakarta – PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA), emiten yang bergerak di bidang energi terbarukan, membangun pabrik biomassa di daerah Jepong, Blora, Jawa Tengah.
Daerah Jepong, Blora dipilih sebagai lokasi pabrik biomassa bukan tanpa alasan. Kawasan ini memiliki lahan yang luas dengan tanaman kehutanan, perkebunan dan pertanian.
Pembangunan pabrik biomassa ini juga akan melibatkan sejumlah lembaga masyarakat desa dan lembaga pertanian di daerah tersebut.
Dijelaskan Bobby Gafur Umar, Direktur Utama OASA Bobby Gafur Umar, lembaga-lembaga desa dan kelompok pertanian itu akan menjamin pasokan bahan baku, berupa limbah pertanian, kehutanan dan perkebunan untuk keberlangsungan usaha.
“Kami akan beli bahan baku dari mereka,” kata Bobby dalam keterangannya dikutip Jumat, 26 April 2024.
Baca juga: Produksi Bioavtur-SAF, Kilang Pertamina Dukung Pengurangan Emisi Karbon
Penandatanganan kerja sama antara OASA dengan sejumlah lembaga yang tergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dilakukan di Blora, Kamis (25/4) dan disaksikan Bupati Blora Arief Rohman.
“Ini merupakan langkah awal untuk mengembangkan usaha biomassa yang produktif dan bermanfaat bagi kedua pihak, masyarakat Blora dan OASA dan didukung penuh oleh pak Bupati,” tambah Bobby.
“Kerja sama ini akan memastikan bahwa tanaman-tanaman perkebunan, kehutanan dan pertanian di daerah Blora yang dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi woodchip yang akan dihasilkan OASA, dan akan ditanam ulang oleh para petani anggota kelompok-kelompok tersebut.
”Di Kabupaten Blora ini ada 6 kecamatan. Setiap kecamatan tedapat sekira 1.000 petani. Kalau satu petani ada seorang istri dan dua orang anak, berarti 6.000 kali 4, bisa mencapai 24 ribu orang petani. Jadi, sedikitnya 24.000 orang petani ikut diberdayakan. Inilah esensi ekonomi sirkular, ekonomi kerakyatan, memberdayakan petani,” jelas Bobby.
Bobby melanjutkan, pola pengembangan pertanian melalui program inti-plasma dapat diterapkan, dengan melibatkan koperasi dan gabungan usaha-usaha pertanian, untuk mengembangkan berbagai jenis tanaman seperti turi, kaliandra dan lamtorogung.
Menurut Bobby, pola pengembangan pertanian melalui program inti-plasma dapat diterapkan dengan melibatkan koperasi dan gabungan usaha-usaha pertanian, untuk mengembangkan berbagai jenis tanaman seperti turi, kaliandra dan lamtorogung.
“Kita harus berusaha menumbuhkan ekonomi kerakyatan tanaman energi,” jelasnya Bobby.
Konsep tersebut, kata Bobby, telah dan akan diterapkan oleh OASA di sejumlah usaha pengembangan biomassa di beberapa daerah. Pabrik biomassa yang akan digarap OASA di daerah ini akan menghasilkan woodchip yang nantinya akan dipasok sebagai bahan co-firing untuk PLTU Rembang.
Sementara produk bio-CNG rencananya akan diekspor ke Jepang. Pabrik ini diklaim akan mampu menghasilkan 5 MMCFD bio-LNG per hari, dibangun dengan investasi sekitar 100 juta dolar AS.
“Kami dalam proses kerja sama pengembangan dengan lembaga keuangan dari luar negeri. Targetnya, pabrik bio-CNG di Blora ini akan siap beroperasi sekitar akhir tahun 2025,” kata Bobby.
Baca juga: Indonesia dan Asian Development Bank Sepakat Percepat Pensiun Dini PLTU
Kapasitas Pabrik Biomassa
Sementara pada tahap pertama, kapasitas industri biomassa di Blora ini mencapai 5.000 ton per bulan, dan akan terus dikembangkan hingga 15.000 ton per bulan, dan akan terus ditingkatkan hingga mencapai 180.000 ton per tahun.
Pemenuhan kebutuhan biomassa untuk program co-firing PLTU dinilai masih jauh dari cukup. Hingga tahun 2023, capaiannya baru mencapai 1 juta ton dari 10,2 juta ton yang direncanakan hingga 2025.
Indonesia sendiri masih membutuhkan banyak biomassa untuk program co-firing, guna menggantikan sebagian besar batubara di sejumlah PLTU di seluruh Indonesia. (*)