Jakarta - PT Bank Maybank Indonesia Tbk. atau Maybank Indonesia membukukan laba bersih setelah pajak dan kepentingan non-pengendali (PATAMI) melejit 348,1 persen menjadi Rp576 miliar di semester I 2025. Adapun laba sebelum pajak (PBT) secara konsolidasian juga meroket 170,4 persen menjadi Rp766 miliar pada 30 Juni 2025.
Presiden Direktur Maybank Indonesia, Steffano Ridwan, mengatakan kinerja Maybank Indonesia pada semester I 2025 mencatat peningkatan pada pendapatan top line. Peningkatan ini didorong oleh pertumbuhan kredit yang berkelanjutan pada segmen-segmen utama, sehingga turut mendorong pendapatan bunga yang lebih tinggi dan yield terhadap saldo kredit.
“Kami telah berada di jalur yang tepat dalam memperkuat segmen utama Bank yakni, wealth, pembiayaan otomotif, UMKM, dan korporasi lokal skala besar, yang terus menunjukkan pertumbuhan dan ketahanan di tengah tantangan ekonomi global. Upaya rebalancing portofolio kredit Bank diharapkan dapat memperkuat kesiapan kami dalam menghadirkan solusi sejalan dengan strategi super growth melalui pendekatan one- Maybank,” kata Steffano dikutip 31 Juli 2025.
Berdasarkan keterangan resmi perseroan, peningkatan laba bersih Maybank Indonesia disokong pendapatan bunga yang tumbuh 5,1 persen menjadi Rp6,64 triliun. Kenaikan pendapatan bunga ini sehubungan dengan loan average balance yang membaik dan manajemen pricing di tengah kondisi penyaluran kredit yang ketat.
Baca juga: BRI Bukukan Laba Bersih Rp26,53 Triliun di Semester I 2025
Sejurus dengan itu, pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) Maybank Indonesia meningkat 1,7 persen menjadi Rp3,57 triliun meski biaya bunga tetap tinggi.
Kemudian, pendapatan non-nunga (Non-Interest Income/NOII) meningkat 19,0 persen menjadi Rp975 miliar, ditopang pendapatan fees Global Market (GM) yang tumbuh lebih dari tiga kali lipat mencapai Rp178 miliar. Sedangkan gross operating income naik 5,0 persen menjadi Rp4,55 triliun.
Di tengah berbagai tantangan, Maybank Indonesia tetap fokus dalam memperkuat portofolio kredit pada segmen-segmen utama, yakni segmen UKM, korporasi lokal skala besar, dan ritel.
Kredit segmen ritel dan non-ritel Community Financial Services (CFS) tumbuh 9,2 persen year on year (yoy) menjadi Rp84,51 triliun. Kredit segmen non-ritel naik 12,1 persen menjadi Rp37,50 triliun, didukung kredit segmen business banking (komersial) yang tumbuh 17,5 persen, kredit SME+ dan Retail SME (RSME) yang masing-masing tumbuh 10,0 persen dan 8,1 persen.
Sementara, kredit ritel CFS mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,0 persen yoy menjadi Rp47,01 triliun. Hal ini didukung oleh kredit otomotif anak perusahaan yang naik 9,0 persen di tengah pasar otomotif dalam negeri yang belum bergairah.
Adapun kredit pemilikan rumah (KPR) meningkat 4,4 persen dan kredit konsumer (kartu kredit & KTA) tumbuh 6,3 persen. Sementara kredit segmen large local corporates yang merupakan bagian dari Global Banking (GB) tetap melanjutkan pertumbuhannya sebesar 31,5 persen menjadi Rp13,85 triliun.
Bank menerapkan strategi rebalancing pada portofolio GB sehubungan dengan low-yielding corporate loans yang turun 34,4 persen, sehingga total kredit yang disalurkan GB turun 18,5 persen.
Bank menempuh upaya rebalancing terhadap portofolio kreditnya, sehingga total kredit yang dicatat bank turun tipis sebesar 1,1 persen yoy menjadi Rp121,69 triliun.
Dari sisi funding, dana pihak ketiga tetap stabil sebesar Rp114,70 triliun di Juni 2025. Rinciannya, giro meningkat 14,2 persen menjadi Rp41,70 triliun didukung utamanya oleh simpanan segmen non-ritel.
Sedangkan tabungan stabil sebesar Rp22,80 triliun, sedangkan Deposito Berjangka turun 10,8 persen sejalan dengan strategi bank untuk meningkatkan rasio CASA yang menjadi 56,2 persen pada Juni 2025 dari 51,3 persen pada Juni 2024.
Platform digital Bank mengalami pertumbuhan yang kuat. Transaksi pada M2U (ritel) meningkat 24,6 persen menjadi lebih dari 14 juta, sedangkan M2E (korporasi) mencatat kenaikan 14,0 persen menjadi lebih dari 2,4 juta transaksi.
Baca juga: BCA Cetak Laba Rp29 Triliun di Semester I 2025, Tumbuh 8 Persen
Laba operasional sebelum provisi (Pre-Provisioning Operating Income) meningkat 2,8 persen yoy menjadi Rp1,24 triliun, meskipun biaya overhead naik 5,8 persen sehubungan dengan pembaruan infrastruktur teknologi informasi, realisasi inisiatif strategis M25+, serta investasi pengembangan sumber daya manusia yang berkelanjutan. Biaya provisi turun 46,2 persen pasca pencadangan pre-emptive tahun sebelumnya.
Sementara kualitas aset menguat, dengan rasio Non-performing Loans/NPL gross membaik sebesar 2,4 persen dan NPL net 1,5 persen pada Juni 2025 dari 2,7 persen (gross) dan 1,7 persen (net) pada Juni 2024. Sedangkan saldo NPL menurun sebesar 12,3 persen yoy.
Lebih jauh, rasio Loan to Deposit/LDR bank only tercatat sebesar 89,1 persen, dan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio/LCR) bank only tetap pada tingkat yang sehat sebesar 152,2 persen, jauh di atas ketentuan regulator sebesar 100 persen, dan Net Stable Funding Ratio/NSFR bank only berada pada level 106,8 persen. Sementara, Rasio Kecukupan Modal (CAR) tetap kuat pada level 26,6 persen dan CET1 pada level 25,4 persen.










