Jakarta– PT Bank Permata, Tbk (PermataBank) mencatat peetumbuhan kuat Laba Operasional Sebelum Pencadangan sebesar 32% year on year (yoy) menjadi Rp 3,88 triliun dari Rp 2,94 triliun pada periode yang sama 2014.
Laba Operasional Sebelum Pencadangan tersebut tumbuh 32% yoy, didorong oleh pertumbuhan Pendapatan Operasional yang sehat dengan terus mempertahankan kontrol yang kuat pada biaya. Pendapatan Operasional tumbuh 15% yoy menjadi Rp 8,55 triliun berkat pertumbuhan Pendapatan Bunga Bersih dan Pendapatan Berbasis Biaya (fee based income).
Pendapatan Bunga Bersih tumbuh menjadi Rp 6,50 triliun dari Rp 5,70 triliun (14% yoy) setahun sebelumnya dari peningkatan marjin bunga bersih menjadi 4,0% dibandingkan 3,6% tahun lalu, sementara pendapatan berbasis biaya naik menjadi Rp 2,05 triliun dari Rp 1,71 triliun (20% yoy) pada tahun sebelumnya, terutama didorong oleh kinerja transaction banking dan e-channel, wealth management serta kegiatan treasury.
Di sisi lain, laba bersih setelah pajak Bank mengalami penurunan sebesar 84% yoy menjadi Rp 247 miliar, didorong oleh peningkatan yang signifikan dalam biaya Provisi. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya PermataBank untuk semakin meningkatkan kualitas asetnya.
Tahun 2015 adalah masa yang sangat sulit, di mana industri perbankan menghadapi kuatnya dinamika tantangan berupa pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, penurunan tingkat konsumsi dan ketidakpastian geo-politik dan ekonomi makro,” kata Sandeep Jain, Direktur Keuangan PermataBank dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis 18 Februari 2016.
Menurutnya kendati kondisi ekonomi makro yang menantang, PermataBank berhasil meningkatkan marjin dan mengendalikan biaya operasional. Meskipun kinerja Bank dipengaruhi oleh penurunan kualitas aset, sehingga PermataBank harus membukukan beban pencadangan kredit (loan impairment charges) yang lebih tinggi sebagai akibat dari penurunan dalam siklus ekonomi, PermataBank tetap terjaga sehat dengan permodalan yang kuat dan likuiditas yang baik.
Kondisi ekonomi makro yang penuh tantangan turut berdampak pada kualitas aset Bank. Rasio NPL Gross dan Net masing-masing naik dari 1,70% dan 0,63% pada 2014 menjadi 2,74% dan 1,40% pada 2015, didorong oleh penurunan kredit dalam kredit komersial di berbagai sektor industri. Mengingat, penurunan berkelanjutan pada kondisi ekonomi makro, Bank mengalami tekanan portofolio yang signifikan terutama dalam semester kedua 2015. Beban pencadangan (provision expense) naik 212% yoy menjadi Rp 3.68 triliun, yang timbul terutama dari segmen korporasi middle market dan UKM dari berbagai sektor industri.
PermataBank terus mengelola biaya secara disiplin dengan melakukan investasi berkelanjutan pada SDM, teknologi, jaringan dan cabang. Dalam tahun 2015, biaya operasional meningkat hanya sebesar 4% yoy yang mencerminkan investasi di infrastruktur teknologi informasi, kantor cabang baru dan perbaikan proses bisnis. Hal ini menghasilkan positive jaws sebesar 11% (pertumbuhan pendapatan sebesar 15% dikurangi pertumbuhan biaya sebesar 4%) dan perbaikan rasio biaya terhadap pendapatan (Cost-to-Income Ratio) menjadi 55% dari 60% tahun lalu.
Total aset per 31 Desember 2015 turun 1% yoy menjadi Rp 183 triliun, terutama didorong oleh penurunan Kredit sebesar 3% yoy menjadi Rp 128 triliun pada 2015. Penurunan ini terjadi terutama dalam segmen UKM dan pinjaman dalam mata uang asing, karena Bank secara proaktif berusaha untuk mengurangi eksposur ke sektor-sektor industri yang terkena dampak perlambatan ekonomi secara umum.
Likuiditas tetap terjaga sehat dan PermataBank mengelola Dana Pihak Ketiga sejalan dengan aset sehingga berdampak pada Loan to Deposit Ratio (LDR) yang stabil di 88%. PermataBank mengurangi biaya pendanaan dengan meningkatkan porsi giro dan tabungan (Current Account Saving Account/CASA) sebesar 8% yoy dan mengurangi pertumbuhan deposito sebanyak 7% yoy. Oleh karena itu, rasio CASA meningkat menjadi 38% pada 2015 dibandingkan dengan 35% pada periode yang sama tahun sebelumnya. (*) Ria Martati