Jakarta – Bank DBS Indonesia mencatatkan penurunan laba di September 2024 (triwulan III 2024). Laba bersih bank yang dipimpin Lim Chu Chong sebagai presiden direktur ini merosot 11,49 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp1,29 triliun di September 2024 dari Rp1,46 triliun di September 2023.
Mengutip laporan keuangan Bank DBS Indonesia per September 2024, pada Jumat, 15 November 2024, penurunan laba terjadi di tengah peningkatan pendapatan bunga bersih sebesar 17,95 persen, menjadi Rp4,44 triliun. Tapi, tingginya beban operasional dan peningkatan biaya bunga membuat peningkatan pendapatan itu tak berdampak positif pada laba bersih bank.
Pendapatan bunga bersih Bank DBS Indonesia sebenarnya memperlihatkan tren positif dengan peningkatan 17,95 persen, didorong oleh kenaikan pendapatan bunga 21,79 persen menjadi Rp7,01 triliun. Sayangnya, beban bunga yang melonjak hingga 29,11 persen membuat margin bunga bersih (NIM) bank ini turun dari 6,10 persen menjadi 5,56 persen. Kondisi ini menunjukkan adanya tekanan pada profitabilitas meskipun ada pertumbuhan pada pendapatan bunga.
Baca juga: MUFG Bank Cabang Jakarta Raih Laba Rp5,88 Triliun di September 2024, Tumbuh 22,74 Persen
Sementara, kinerja beban operasional lainnya mengalami peningkatan signifikan, melonjak 47,33 persen menjadi Rp2,79 triliun. Hal ini berdampak langsung pada efisiensi operasional bank, yang tercermin pada rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang meningkat dari 76,93 persen menjadi 80,58 persen.
Kenaikan ini mengindikasikan beban operasional yang lebih tinggi dibandingkan pendapatan operasional yang dihasilkan, sehingga pada akhirnya menekan laba bersih.
Bank DBS Indonesia juga mencatatkan penurunan rasio return on assets (ROA) dari 2,40 persen menjadi 1,72 persen, serta return on equity (ROE) yang turun dari 18,65 persen menjadi 14,24 persen. Rasio-rasio ini menunjukkan bahwa pengembalian terhadap aset dan ekuitas bank menurun signifikan, menandakan adanya pelemahan bank dalam menghasilkan keuntungan yang optimal dari aset dan modal yang dimiliki.
Di lain sisi, meski terdapat peningkatan pada aset yang tumbuh 19,59 persen menjadi Rp133,20 triliun, serta dana pihak ketiga (DPK) yang naik 8,52 persen menjadi Rp88,8 triliun, pertumbuhan kredit Bank DBS Indonesia hanya mencapai 3,42 persen menjadi Rp65,15 triliun. Pertumbuhan kredit ini jauh di bawah rata-rata industri perbankan yang mencapai 10,85 persn pada September 2024.
Meski begitu, kualitas aset Bank DBS Indonesia masih berada pada tingkat yang aman. Rasio non performing loan (NPL) gross sedikit meningkat dari 3,20 persen menjadi 3,21 persen, tapi masih jauh di bawah batas aman 5 persen.
NPL net bahkan menunjukkan perbaikan dengan penurunan dari 0,49 persen menjadi 0,47 persen. Rasio NPL yang terjaga ini menandakan bahwa kualitas kredit Bank DBS Indonesia masih dalam kategori yang sehat.
Baca juga: Laba BCA Digital Terbang 532,7 Persen per September 2024, Ini Pendorongnya
Selain itu, Bank DBS Indonesia juga mempertahankan tingkat likuiditas yang cukup baik, dengan loan to deposit ratio (LDR) turun menjadi 72,81 persen dari 76,37 persen, yang berarti bank ini memiliki dana yang cukup untuk memenuhi kewajiban pinjaman. Meskipun demikian, LDR yang terlalu rendah juga bisa mengindikasikan bahwa bank kurang optimal dalam menjalankan fungsi intermediasi.
Dalam hal modal, Bank DBS Indonesia mencatatkan kenaikan modal inti sebesar 16,29 persen menjadi Rp12,76 triliun, tapi capital adequacy ratio (CAR) bank mengalami penurunan dari 24,92 persen menjadi 22,97 persen. Penurunan rasio modal ini menunjukkan bahwa meski ada peningkatan modal, rasio kecukupan modal terhadap risiko yang dihadapi oleh bank berkurang. (*) Ari Nugroho