Jakarta – PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) berhasil meraih laba bersih USD720 juta atau Rp11,42 trilun (kurs Rp15.862) di kuartal III 2024. Raihan laba bersih ini terbang 958 persen dibanding tahun lalu di periode yang sama sebesar USD68 juta.
Direktur Keuangan AMMAN, Arief Sidarto, mengatakan bahwa, lonjakan laba bersih tersebut didukung oleh kenaikan yang signifikan dari sisi penjualan bersih sebesar 117 persen menjadi USD2.495 juta, didorong oleh produksi dari bijih berkadar tinggi.
“Kinerja keuangan kami pada sembilan bulan pertama tahun 2024 mencatatkan angka tertinggi sejak kami mengambil alih operasi Batu Hijau, yang utamanya didorong oleh peningkatan signifikan dalam volume penjualan tembaga dan emas, yang masing-masing tumbuh sebesar 55 persen dan 146 persen,” ucap Arief dikutip, 29 November 2024.
Baca juga: Delta Dunia Makmur Akuisisi Tambang Batu Bara di Australia, Segini Nilainya
Lalu, Arief menjelaskan, EBITDA Perseroan pun ikut meningkat 147 persen dibandingkan tahun lalu, mencapai margin EBITDA sebesar 59 persen, yang mendorong laba bersih untuk periode ini meningkat sebesar 958 persen menjadi USD720 juta dan menjadikan margin laba bersih sebesar 29 persen.
Sementara itu, dari sisi produksi pada sembilan bulan pertama tahun 2024, AMMAN mencatat peningkatan signifikan pada produksi logam karena penambangan bijih berkadar tinggi dari Fase 7.
Produksi tembaga meningkat sebesar 68 persen dibandingkan tahun lalu, sedangkan produksi emas meningkat sebesar 173 persen.
Sementara itu, produksi konsentrat meningkat 85 persen menjadi 637.106 metrik ton kering dibandingkan periode yang sama di tahun 2023 dan volume material yang ditambang juga mengalami peningkatan sebesar 6 persen dibandingkan tahun lalu karena minimnya gangguan akibat kondisi cuaca yang cukup baik.
Baca juga: Revolusi Hijau dan Emas: Bagaimana Ormas Keagamaan Mentransformasi Lanskap Pertambangan Indonesia
Hal ini menghasilakn rekor tertinggi dalam pencapaian produktivitas pertambangan dan volume material yang diangkut untuk periode sembilan bulan pertama sejak Batu Hijau beroperasi pada 2000.
Adapun, biaya penambangan per unit selama periode ini tetap stabil dibandingkan periode yang sama tahun lalu karena keseimbangan antara berkurangnya aktivitas pengeringan dasar pit, jarak truk yang lebih jauh, dan peningkatan volume material yang ditambang. (*)
Editor: Galih Pratama