Jakarta – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menilai stabilitas sistem keuangan pada triwulan II 2025 tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi yang dipengaruhi oleh dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ketidakpastian tersebut juga dipengaruhi oleh eskalasi dan ketegangan geopolitik maupun militer yang disikapi dengan kewaspadaan.
KSSK dalam hal ini, akan terus memperkuat sinergi dan koordinasi kebijakan antar lembaga, yaitu kebijakan fiskal di Kementerian Keuangan, kebijakan moneter makroprudensial dan payment sistem di Bank Indonesia (BI).
Baca juga: BI Masih Hitung Dampak Tarif Trump 19 Persen ke Ekonomi Domestik
Kemudian, arah kebijakan, pengawasan, dan regulasi sektor keuangan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Kami akan terus memperkuat koordinasi agar kebijakan antar lembaga tersebut dapat terus memastikan terjaganya stabilitas sistem keuangan, namun juga sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK triwulan II 2025, Senin, 28 Juli 2025.
Lebih lanjut, ketidakpastian global pada triwulan II 2025 atau periode April hingga Juni 2025 tetap tinggi. Hal ini diakibatkan kebijakan tarif resiprokal yang dilakukan AS dan ketegangan geopolitik terutama di Timur tengah.
Pada April 2025, AS mengumumkan tarif resiprokal dan juga retaliasi dari Tiongkok yang memicu ketidakpastian perekonomiabn global.
Sementara, di Timur Tengah ketegangan geopolitik meningkat, sehingga mendorong ketidakpastian yang berakibat pada melambatnya ekonomi global.
Baca juga: Ekonomi “Rojali-Rohana” dan “Drakor” Angka Pertumbuhan
Contohnya di Tiongkok, ekonomi Negeri Tirai Bambu ini tumbuh 5,2 persen di kuartal II 2025, namun lebih rendah dari kuartal 2025 yang tumbuh 5,4 persen year on year (yoy). Perlambatan ini dipicu menurunnya ekspor ke AS.
Perlambatan ekonomi juga dialami AS, Jepang, dan negara Eropa . Adapun India diperkirakan tumbuh baik yang didukung dengan kuatnya investasi.
“Negara-negara berkembang lain juga mengalami perlambatan akibat penurunan ekspor ke AS dan pelemahan perdagangan global,” imbuhnya. (*)
Editor: Galih Pratama










