Jakarta – PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara atau Bank Sumut menutup tahun buku 2024 dengan kinerja positif. Bank kebanggaan masyarakat Sumut ini berhasil mencetak laba bersih Rp740,72 miliar, naik 0,87 persen year on year (yoy) ketimbang Rp740,07 miliar di tahun sebelumnya.
“Ini capaian positif di tengah banyak tantangan ekonomi tahun lalu. Kita mampu melakukan bisnis mapping yang baik selama 2024,” ujar Babay Parid Wazdi, Direktur Utama Bank Sumut kepada Infobanknews baru-baru ini di Jakarta.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, raihan laba Bank Sumut sepanjang 2024 didorong oleh kinerja sejumlah indikator keuangan yang tumbuh positif di tengah tren industri BPD yang terus terkoreksi.
Dari kinerja intermediasi, misalnya, Bank Sumut mencatatkan peningkatan kredit dan pembiayaan dari Rp29,35 triliun pada 2023 menjadi Rp31,99 triliun di 2024, tumbuh 9 persen. Jika dilihat komposisinya, penyaluran kredit Bank Sumut mayoritas dikucurkan ke sektor pemerintah, khusus aparatur sipil negara (ASN).
“Dari komposisi kredit, kita masih pertahankan ‘DNA’ BPD garap sektor pemerintahan. Sekitar 55-60 persen kredit kita salurkan ke ASN. Sisanya korporasi sekira Rp6 triliun, antar bank Rp600 miliar. Ada juga kredit usaha rakyat (KUR) Rp3 triliunan,” jelas Babay.
Realisasi penyaluran kredit tersebut dibarengi dengan kualitas kredit. Tercermin dari rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross turun dari 2,38 persen pada 2023 menjadi 2,19 persen di 2024. Ini memberikan sinyal positif bahwa kualitas portofolio kredit semakin membaik. Sementara NPL net juga susut dari 1,13 persen menjadi 0,92 persen.
“Sepanjang 2024, kita sudah berhasil menekan NPL di level 2,19. Sedangkan dalam RBB 2025 target NPL memang masih di angka 2 koma, tapi harapan kita bisa 1 koma,” jelas Babay.
Baca juga: Fungsi Intermediasi Bank Sumut Tumbuh Positif di September 2024
Dari sisi likuiditas, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun Bank Sumut tumbuh 2,61 persen secara tahunan menjadi Rp35,93 triliun. Pertumbuhan DPK tersebut masih ditopang dana mahal yang naik 10,58 persen menjadi Rp19,09 triliun.
Adapun dana murah dari tabungan tercatat tumbuh 3,08 persen menjadi Rp13,28 triliun, sedangkan giro sebesar Rp3,56 triliun atau susut 26,87 persen. Komposisi dana murah Bank Sumut berada pada level 46,87 persen dari total simpanan.
DPK yang tumbuh membuat loan to deposit ratio (LDR) Bank Sumut berada di posisi 87,98 persen per Desember 2024. Ini mencerminkan bahwa Bank Sumut masih mempunyai likuiditas yang cukup untuk menopang ekspansi bisnisnya.
Sementara dari sisi pendapatan, kredit yang tumbuh positif mendongkrak pendapatan bunga Bank Sumut sebesar Rp4,75 triliun, atau tumbuh 8,17 persen dari tahun sebelumnya. Di sisi lain, DPK yang tumbuh turut mendorong kenaikan beban bunga sebesar 18,43 persen, atau menjadi Rp2,26 triliun.
Meski beban bunga naik, Bank Sumut tetap berhasil menjaga pendapatan bunga bersih yang naik 0,28 persen menjadi Rp2,48 triliun.
Rasio Net Interest Margin (NIM) Bank Sumut juga mengalami peningkatan dari 6,26 menjadi 6,67 per Desember 2024. Namun pada rasio ROA dan ROE mengalami penurunan masing-masing dari 2,33 persen ke 2,20 persen dan 17,42 persen ke 17,39 persen.
Menutup 2024, Bank Sumut berhasil mencatatkan total aset sebesar Rp45,44 triliun, atau naik 2,38 persen dibandingkan Rp44,39 triliun di tahun sebelumnya.
Strategi Bank Sumut Mengarungi 2025
Memasuki 2025, Babay yakin bahwa Bank Sumut bakal melanjutkan tren kinerja positifnya di tengah sejumlah tantangan.
“Memang untuk kinerja tahun ini kita tidak targetkan terlalu tinggi. Dalam Rencana Bisnis Bank (RBB), target laba Rp750 miliar. Kita berharap bisa naik 5 persen dari tahun lalu, jadi Rp780 miliar,” jelas Babay.
Untuk merealisasikan target tersebut, Babay akan memperkuat strategi bisnis. Sama seperti tahun lalu, Bank Sumut tetap memprioritaskan 5 segmen utama dalam menggenjot kinerja perseroan.
Pertama, kata Babay, Bank Sumut akan mempertahankan “DNA” sebagai BPD dengan membidik segmen pemerintahan. Bank Sumut coba menggarap vendor-vendor pemerintah kabupaten, kota dan provinsi Sumut, hingga ASN.
“Kita harus pertahankan (sektor pemerintahan). Jangan sampai, kita memburu segmentasi yang lain, DNA-nya dilepas,” ujarnya.
Sektor kedua yang bakal digarap Bank Sumut adalah agrobisnis. Menurut Babay, potensi ekonomi Sumut ada di sektor agrobisnis. Sejaik tahun lalu, Bank Sumut melakukan peneterasi bisnis ke sektor ini, dengan berbagai program.
“Kita tengah galakkan program Gerakan Tanam Aren dan tanam pisang Nias. Kami ingin membuat ekosistem baru yang menumbuhkan ekonomi bagi masyarakat Sumut,” jelasnya.
Sektor yang tak kalah penting lainnya adalah pedesaan. Menurutnya, ada potensi besar dari sektor pedesan di Sumut. Terlebih, di Sumut terdapat 5.500 desa dan setiap desa memiliki anggaran Rp1 miliar per tahun.
“Rata-rata satu desa punya anggaran Rp1 miliar. Jadi kalau ditotal ada Rp5,5 triliun dana dari desa. Dan itu bisa diambil (potensi). Kalau itu bisa dikelola BPD, itu luar biasa,” papar Babay.
Baca juga: Bank Sumut Berikan Edukasi Keuangan bagi Komunitas Petani Pisang di Nias
Untuk itu, pihaknya menargetkan seluruh desa memiliki rekening di Bank Sumut. Saat ini, jumlah desa yang memiliki rekening Bank Sumut terus bertambah.
Kempat, sektor kesehatan. Menurut Babay, Sumut memiliki 660 puskesmas dan 41 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan terakhir adalah sektor pendidikan. Kelima sektor tersebut sangat potensial dalam meningkatkan DPK maupun kredit Bank Sumut.
“Lima sektor ini kita akan kembangkan agar saling terintegrasi. Dengan fokus di lima sektor ini juga, saya yakin bisa mengatasi tantangan likuiditas perbankan yang kian ketat,” tutupnya. (*)