Jakarta – Bank Indonesia (BI) memperluas pemberian insentif untuk mendorong pertumbuhan kredit yang mulai loyo. Dalam dua bulan terakhir, pertumbuhan kredit perbankan tidak lagi menyentuh dua digit, yakni sebesar 9,16 persen pada Maret 2025 dan turun menjadi 8,88 persen pada April 2025.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa pihaknya akan terus menambah likuiditas melalui peluasan kebijakan insentif, guna mendorong pertumbuhan kredit dan menurunkan suku bunga.
“Kami terus menambah likuditas dengan kebijakan insentif likuditas yang kami umumkan dan terus kami lakukan dengan jumlah yang besar, untuk sekarang kami tambah lagi dua instrumen untuk perbankan semakin mendorong pertumbuhan kredit dan menurunkan suku bunga melalui kebijakan makroprudensial,” ujar Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu, 21 Mei 2025.
Baca juga: Breaking News! BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,50 Persen di Mei 2025
Deputi Gubernur BI, Juda Agung, menjelaskan bahwa perlambatan kredit dalam dua bulan terakhir utamanya disebabkan oleh faktor permintaan (demand) serta terbatasnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK).
“Oleh sebab itu kebijakan-kebijakan kami diarahkan pada upaya untuk menambah sumber pendanaan perbankan bukan hanya dari domestik tetapi juga dari luar negeri,” ujar Juda.
Tiga Strategi BI untuk Akselerasi Kredit
Juda menyebutkan, BI menyiapkan tiga strategi utama untuk mengakselerasi pertumbuhan kredit:
1. Peningkatan RPLN
Dari sisi kebijakan makroprudensial, BI akan meningkatkan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dari maksimum 30 persen menjadi 35 persen dari modal bank.
Penguatan implementasi kebijakan ini bertujuan menambah sumber pendanaan luar negeri secara hati-hati, melalui penerapan parameter kontrasiklikal yang menambah porsi RPLN sebesar 5 persen. Kebijakan ini berlaku efektif 1 Juni 2025 dan akan diatur lebih lanjut dalam ketentuan khusus mengenai RPLN.
Baca juga: Berbalik Arah, APBN April 2025 Surplus Rp4,3 Triliun
“RPLN itu adalah rasio antara pinjaman luar negeri terhadap modalnya. Kami melihat ada bank-bank tertentu yang pendanaannya di dalam negeri sudah semakin terbatas. Itu sudah mulai mendapatkan atau mencari sumber pembiayaan dari luar negeri. Nah ini kita fasilitasi dengan RPLN ini yang dulu maksimum 30 persen sekarang menjadi 35 persen. Jadi ruangnya semakin lebar,” jelas Juda.
2. Pelonggaran Likuiditas melalui PLM
BI juga menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 basis poin untuk mendorong fleksibilitas likuiditas. Untuk Bank Umum Konvensional (BUK), PLM diturunkan dari 5 persen menjadi 4 persen dengan fleksibilitas repo 4 persen.
Sedangkan untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), rasio PLM diturunkan dari 3,5 persen menjadi 2,5 persen dengan fleksibilitas repo 2,5 persen. Kebijakan ini juga berlaku mulai 1 Juni 2025.
Baca juga: BI Revisi ke Bawah Target Ekonomi RI 2025 Jadi 4,6-5,4 Persen
“Sehingga diharapkan ini memberikan fleksibilitas pada perbankan di dalam manajemen likuiditasnya. Ini juga akan memberikan kelonggaran di dalam mendorong pertumbuhan kredit,” pungkasnya.
3. Penurunan BI-Rate untuk Pacu Permintaan Kredit
Dari sisi permintaan, BI menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) untuk memicu penurunan suku bunga kredit.
“Sehingga dengan penurunan suku bunga lending diharapkan sektor riil, korporasi maupun rumah tangga juga akan meminta (kredit), karena biayanya lebih murah kalau pinjam dari bank ya. Ini jadi ada interaksi antara dari sisi supply dan juga dari sisi demand,” ungkap Juda. (*)
Editor: Yulian Saputra









