Jakarta – Kebijakan Kementerian Pertanian dalam pemberian rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) untuk komoditas bawang putih kian menuai kritik. DPR dan sejumlah kalangan menyerukan agar KPK dapat mengawasi pemberian rekomendasi itu. Selain ketidaktransparanan pemberian kuota dan importir, ada dugaan pengistimewaan pihak tertentu dalam hal tersebut.
Transparansi diperlukan untuk mencegah adanya importir ‘jadi-jadian’ dan jual-beli kuota. Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasludin mengatakan banyak prosedur yang dilanggar dalam hal ini. Banyak perusahaan baru yang dapat rekomendasi tetapi tidak ikut persyaratan mutlak RIPH. Saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementan, DPR melihat ada banyak kejanggalan. Ia berharap pengawas hukum seperti KPK bisa menyelidiki ini.
“Jangan sampai jual beli kuota saja. Ini hanya modal selembar persetujuan RIPH itu bisa dijual ke mana-mana. Ini membuat pangan kita enggak terkontrol. Kami ingin yang impor disaring,” ujar Andi Akmal kepada wartawan, di Jakarta, Kamis, 20 Februari 2020.
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Golkar Alien Mus mempertanyakan hal sama. Dirinya mempertanyakan satu perusahaan yang dominan jumlah impornya ketimbang lainnya dalam RIPH buah. “Kementan baru keluarkan izin RIPH kepada 3 perusahaan yaitu Laris Manis Utama, Cherry Fruit, Karunia Alam Raya Sejati. Tapi di sini ada kejanggalan dari ketiga perusahaan tersebut ada 1 perusahaan yang betul-betul jumlah impornya melebihi lainnya,” ucapnya.
Laris Manis Utama tercatat sudah mengimpor komoditas holtikultura sebanyak 11.000 ton. Sedang Cherry Fruit diberikan impor 412 ton. Sementara, Karunia Alam Raya Sejati sebanyak 350 ton. Demikian pula dengan total izin yang sudah dikeluarkan dari total 100 perusahaan yang mengajukan izin RIPH, Alien Mus mempertakan, mengapa baru 13 perusahaan yang sudah diberi izin.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati pun mendukung DPR terkait permasalahan kuota impor bawang putih. “Nah ini kondisinya terbalik, kita butuhnya 100 dan yang tersedia cuma 20, kemudian sisanya 80 impor. Bagaimana ceritanya pakai sistem kuota? Itu sudah pasti tidak benar, ngaco,” katanya.
Enny juga mengkritisi syarat boleh impor kalau menanam. Menurutnya, hal ini sangat aneh. Petani dan pedagang adalah dua profesi yang sangat berbeda.
Terhadap impor, Kemendag mengaku, saat ini baru 62.000 ton bawang putih yang lolos pengajuan Surat Perizinan Impor (SPI) dari kuota 103.000 ton yang diberikan Kementan. Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto menuturkan, sejumlah perusahaan importir baru yang harus diperiksa secara mendalam soal berkas pengajuan SPI-nya.
“Kita cek lagi terutama kalau perusahaan baru kita harus cek,” kata Agus beberapa waktu lalu.
Kementan, sebaliknya menyatakan tak ada konflik kepentingan pemberian RIPH. Dirjen Holtikultura Kementan Prihasto Setyanto usai rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, membantah tudingan RIPH tak transparan. Prihasto mengatakan pemberian RIPH sudah dilakukan secara terbuka. Dia juga membantah ada konflik kepentingan dalam pemilihan importir. Namun dia tidak membeberkan perusahaan-perusahaan yang diberikan RIPH dengan kuota masing-masing.
“Kata siapa kurang terbuka. Enggak. Kan dugaan saja. Semua terbuka,” tegasnya. (*)