Poin Penting
- Komisaris Utama PHE Denny Januar Ali melaporkan harta kekayaan Rp3,08 triliun ke KPK melalui sistem LHKPN.
- Analis Trubus Rahadiansyah menilai langkah tersebut sebagai bentuk transparansi pejabat.
- Revisi UU BUMN kini mewajibkan direksi dan komisaris melapor LHKPN, memperkuat peran KPK dalam pengawasan dan pencegahan korupsi di tubuh BUMN.
Jakarta – Komisaris Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Denny Januar Ali (Denny JA), telah melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui sistem Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Berdasarkan situs resmi KPK, laporan tersebut telah diserahkan sejak awal masa jabatannya, pada 27 Agustus 2025.
Langkah Denny menjadi sorotan karena menunjukkan kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan kekayaan bagi pejabat publik, terutama di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Baca juga: Revisi UU BUMN Perkuat Peran KPK, Pejabat BUMN Wajib Lapor Harta Kekayaan
Kewajiban tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Keputusan KPK Nomor KEP.07/KPK/02/2005 tentang tata cara pendaftaran dan pengumuman laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
Kekayaan Denny Capai Rp3,08 Triliun
Dalam laporan yang dipublikasikan, total kekayaan Denny tercatat sebesar Rp3,08 triliun, setelah dikurangi utang senilai Rp17,39 miliar dari total harta Rp3,09 triliun.
Analis Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai pelaporan tersebut sebagai langkah positif yang mencerminkan kepatuhan dan keterbukaan pejabat publik.
“Ini adalah bentuk kepatuhan dan transparansi bagi pejabat kita,” ujar Trubus dalam keterangannya, Selasa, 4 November 2025.
Ia menambahkan, tindakan tersebut seharusnya menjadi contoh bagi pejabat publik lain, khususnya di lingkungan BUMN yang mengelola sektor strategis seperti energi.
“Aspek moralitas dan integritas memang harus menjadi perhatian. Kalau ada pejabat yang secara jujur dan fair melaporkan kekayaannya, hal itu bisa menjadi stimulus bagi pejabat lain untuk melakukan hal yang sama,” kata Trubus.
Baca juga: BUMN Berubah Jadi Badan, Begini Efeknya ke Emiten Pelat Merah di Pasar Modal
Pelaporan LHKPN secara konsisten dinilai penting untuk memperkuat tata kelola pemerintahan dan perusahaan negara yang bersih, serta menjaga kepercayaan publik terhadap pejabat dan institusi yang mereka pimpin.
Revisi UU BUMN Perkuat Peran KPK
Diketahui, KPK kini mendapatkan keleluasaan dan kepastian hukum mengusut korupsi di tubuh BUMN setelah Revisi UU BUMN disahkan menjadi UU.
Salah satu poin dalam UU BUMN tersebut adalah mengatur penghapusan ketentuan anggota direksi, anggota dewan komisaris dan dewan pengawas bukan merupakan penyelenggara negara. Dampak dari aturan baru ini, para pejabat BUMN kini diwajibkan menyampaikan LHKPN.
Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez menilai, aturan tersebut akan memperkuat pengawasan kepada direksi BUMN, terutama dari tindakan yang merugikan keuangan Negara.
“Dengan aturan baru ini, kewenangan KPK dalam melakukan supervisi, koordinasi, dan penindakan terhadap tindak pidana korupsi di BUMN kini semakin relevan,” tuturnya.
Meski demikian, anggota Komisi Hukum DPR itu mengingatkan pemerintah agar memastikan regulasi turunan dan tata kelola di BUMN sejalan dengan semangat transparansi tersebut. (*)
Editor: Yulian Saputra









