Komut BNI Ungkap 3 Risiko yang Patut Diwaspadai Industri Perbankan RI

Komut BNI Ungkap 3 Risiko yang Patut Diwaspadai Industri Perbankan RI

Jakarta – Menjaga perbankan untuk tetap resilien adalah keharusan. Namun, semua itu tak mudah untuk dicapai. Mengingat kini bentuk risiko perbankan makin kompleks. Ini yang dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas industri perbankan Tanah Air.

Agus Martowardojo Komisaris Utama (Komut) PT Bank Negara Indonesia (BNI) Persero memandang, bahwa saat ini industri perbankan Tanah Air dibanyangi berbagai macam potensi risiko yang harus diantisipasi sejak dini.

“Saya lihat ke depan yang harus kita antisipasi cukup banyak risiko. Risikonya itu bisa dibagi jadi beberapa periode. Risiko periode satu hingga dua tahun, risiko tiga hingga lima tahun, hingga lima tahun ke atas,” ujarnya Agus dalam Sharing Visionary Leadership during Uncertainty di Jakarta, 15 Agustus 2023.

Untuk saat ini, kata Agus, ada tiga risiko yang kini tengah mengintai industri perbankan Tanah Air. Pertama, mengenai credit risk. Ini menjadi salah satu hal utama yang sejatinya harus menjadi perhatian sekaligus diantisipasi oleh industri perbankan.  

Baca juga: Mengelola Risiko Kredit

“Kalau soal credit risk, kita harus jaga fungsi intermedier kita. Apalagi dalam kredit kita gak melulu bicara soal kaualitas kredit tumbuh. Intinya kita harus jaga kinerja kredit,” ungkap mantan Menteri Keuangan periode 2010 – 2013 ini.

Kedua, lanjut Agus, mengenai cyber risk yang saat ini terus mengintai. Hal ini memang sangat erat kaitannya dengan penggunaan teknologi informasi dalam perbankan. Di era digital saat ini, sudah banyak channel perbankan mengadopsi teknologi digilitasi untuk memudahkan nasabah mengakses layanan perbankan.

Kemudahaan akses digital tersebut bak pisau bermata dua. Selain bisa memudahkan, tapi juga bisa menimbulkan risiko yang mengerikan bagi industri perbankan. Sudah banyak fenomena bank yang jadi sasaran serangan siber.  

“Teknologi informasi ini menjadi menjadi risiko cyber risk. Ini kita udah lihat di mana-mana (kasus serangan siber perbankan,” ungkapnya.

Baca juga: Risiko Penggunaan Teknologi AI Bagi Ekonomi, Bos BI Ungkap Fakta Sebenarnya

Kemudian yang ketiga adalah fraud risk. Perbankan juga harus waspada terhadap fraud. Pasalnya, fraud bisa ‘menyerang’ dari dua sisi, yakni internal dan eksternal. Potensi fraud dari sisi eksternal dinilai sangat mengancam karena dipicu penerapan teknologi digitalisasi.

“Dari eksternal itu makin tinggi, karena kita banyak punya channel perbankan yang sudah terapkan digitalisasi. Jadi, saya titip tiga risiko ini yang perlu kita jaga bersama, karena sudah ada di depan mata,” ungkapnya.

Risiko Perbankan Periode 1 hingga 3 Tahun

Sementara, untuk risiko perbankan di periode 1 hingga 3 tahun, masih erat kaitannya dengan teknologi digital yang sudah diaplikasikan perbankan Tanah Air. Aplikasi teknologi ini rupanya bisa berdampak pada sebuah reputasi bank. Apa kaitannya?

“Karena kita saat ini menjalankan teknologi digitalisasi. Dan sangat mungkin yang kita terapkan (teknologi) mengalami kegagalan. Nah, hal ini yang menjadikan reputasi kepada bank kita. Ini yang kita harus jaga,” jelasnya.

Baca juga: Ini 4 Risiko Utama yang dijaga Auditor Internal Bank

Tak hanya dari dalam negeri, faktor geopolitical risk juga punya efek besar terhadap performa perbankan Tanah Air. Krisis yang terjadi di suatu negara, misalnya pertentangan ekonomi, militer, hingga sosial, bisa membawa dampak tersendiri.

“Misalnya China ekonominya mulai tumbuh, di tengah ekonomi negara-negara lain yang lemah. Ini yang perlu kita waspadai. Untuk menghindari dari krisis ini, teorinya adalah kita bisa merangkul atau berlawanan. Diplomasi pegang peranan penting dalam kasus ini,” ujarnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News