Jakarta – “Semoga kisah Arya Penangsang ini bisa memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa tahta atau kedudukan terkadang mampu membuat orang gelap mata, bahkan terhadap saudaranya sendiri. Semoga, di tahun politik yang sedang sibuk Pilkada ini, kisah Arya Penangsang tidak sampai terulang lagi di negeri tercinta ini,” ujar Eko B. Supriyanto, produser eksekutif Pagelaran Ketoprak Financial dengan lakon “Arya Penangsang”, kepada wartawan, Rabu, 31 Januari 2018.
Pementasan kesenian ketoprak ini digelar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta, pada Rabu, 31 Januari 2018, mulai pukul 19.00 wib hingga 22.00 wib. Pagelaran ini merupakan setitik upaya pelestarian kesenian tradisi ketoprak yang dilakukan oleh komunitas masyarakat keuangan, perbankan, BUMN, ekonom, anggota DPR Komisi XI yang membidangi keuangan, dan kalangan media massa.
Lakon “Arya Penangsang” ini diramaikan oleh sekitar 50 pemain dari kalangan praktisi dan regulator perbankan, asuransi, multifinance, BUMN, anggota DPR, dan media massa. Selain itu, pementasan yang diproduksi oleh #Paragraf Satu Production dan disutradari oleh seniman senior Aris Mukadi ini juga menghadirkan bintang tamu para pemain Srimulat, serta para pemain ketoprak dari Perhimpunan Seniman Wayang Orang dan Ketoprak “Adhi Budaya”.
Beberapa praktisi dan regulator keuangan dan perbankan yang ikut terlibat dalam pagelaran ini antara lain Destry Damayanti (LPS), Anto Prabowo (OJK), Ahmad Fajar (J-trust Bank), Kusumaningtuti S. Soetiono (mantan DK OJK), Benny Purnomo (MNC Bank), Diding S. Anwar (Kadin), Nicolaus Prawiro (Capro), Lisawati (Bank Jasa Jakarta), Sussie Meilina (MNC Securitas), Frans Rundengan (Andalan Finance), Ilya Avianti (PLN), Handayani (BRI), Muhammad Adil (Bank Sumsel Babel), dan Lies Permana Lestari (Sarinah). Juga, Suwandi Wiratno (APPI), Juanita Luthan (Sucorinvest), Susanti (ATM Prima), Nini Sumohandoyo (Prudential), Anggar B. Nuraini (OJK), Rita Mirasari (Danamon), Vera Liem (BCA), Fajar Nugroho (Bekraf), Danny Hartono (Bank Mas), Andriyanto (Astra Finance), serta Dumasi Samosir (Asuransi Sinar Mas).
Rencananya Direktur Utama Bank Mandiri, Kartiko Wirjoatmodjo akan main sebagai Sultan Bonang, Kresno Sediarsi (Dirut Bank DKI), Bob T Ananta (BNI), dan M. Eddy Purnawan (BSBI) sebagai Arya Penangsang, Evi Afiatin (BPJS Ketenagakerjaan) sebagai Ratu Kaliyamat, dan M. Ikhsan (OJK) akan menjadi Hadiwijaya.
Kalangan anggota DPR RI ada Andreas Soesatyo dan Indah Kurnia serta kalangan ekonom ada Aviliani (ISEI), Bustanul Arifin (Indef), Nimmi Zulbainarni (ISEI), Irvan Rahardjo (Kupasi), Ina Primiana (ISEI), dan Komang Savytri (ISEI) serta Arif Budimanta (KEIN)
Sementara, dari kalangan media massa ada wartawan senior Kompas Ninok Leksono, Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Hery Trianto, Direktur Utama Koran Sindo Sururi Alfaruq, Aprevyta, Pimpinan Redaksi Global TV, Pemimpin Redaksi Tempo Budi Setyarso, Wapremred Infobank Karnoto Mohamad, dan beberapa senior editor antara lain Titis Nurdiana (Kontan), Joice (Kompas), dan Tommy Aryanto (Tempo) serta Lahyanto Nadie (Bisnis Indonesia) dan Darto W (Infobank)
“Acara ini dipersembahkan sebagai bentuk kecintaan para sahabat di lingkungan masyarakat keuangan, perbankan, BUMN, anggota DPR, serta kalangan media terhadap kesenian tradisi budaya Indonesia, yaitu ketoprak,” ujar Eko B. Supriyanto.
Menurut Eko, 50 orang pemain ketoprak “Arya Penangsang” sebagian besar adalah para direksi dan komisaris dari industri perbankan, keuangan, dan BUMN, serta para pemimpin redaksi dan senior editor dari beberapa media massa nasional. Di tengah kesibukan sebagai profesional, mereka masih memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kelestarian kesenian tradisional Indonesia.
“Untuk itu, kami memberikan pengharagaan yang setinggi-tingginya kepada beliau-beliau yang berkenan meluangkan waktu serta memberikan dukungan atas terselenggaranya pagelaran ini. Semoga pagelaran ini dapat menyalakan lilin bagi kebudayaan tradisi yang sudah lama redup,” papar Eko B. Supriyanto yang juga Pemimpin Redaksi Majalah Infobank itu.
Kegigihan para seniman tradisional, seperti Aris Mukadi dan para seniman dari Yayasan Adhi Budaya, untuk melestarikan seni tradisi, menurut Eko, sudah seharusnya dihargai dan diberi kesempatan untuk terus berlanjut bisa mengadakan pentas di banyak tempat. Maka itu, sebagai bentuk kepedulian, hasil dari pementasan tersebut akan disumbangkan untuk pengembangan kesenian tradisi ketoprak Yayasan Adhi Budaya.
“Untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para sponsor, donatur, dan semua pihak yang mendukung terselenggaranya acara ini,” ujar Eko. “Acara ini sangat istimewa karena berbarengan dengan kejadian alam gerhana bulan,” tambahnya.
Perebutan Tahta
Pagelaran ketoprak dengan lakon “Arya Penangsang” menceritakan tentang sejarah perebutan tahta Kerajaan Demak pada pertengahan abad 15 yang berlumuran darah. Bermula dari dibunuhnya Raja Demak ke-2, Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar, oleh Sunan Prawoto, anak Pangeran Trenggono. Trenggono yang masih bersaudara dengan Pangeran Sekar karena sama-sama anak pendiri Kerajaan Demak, Raden Patah, itu kemudian naik tahta menjadi Raja Demak ke-3 tahun 1521.
Setelah berkuasa selama 25 tahun, pada tahun 1546 Trenggono wafat dan digantikan oleh Sunan Prawoto sebagai Raja Demak ke-4. Di sinilah muncul Arya Penangsang, anak dari Pangeran Sekar. Saat itu, Penangsang atau disebut juga Arya Jipang atau Ji Pang Kang adalah raja di Kadipaten Jipang (Cepu). Penangsang yang menyimpang dendam atas terbunuhnya sang ayah oleh Sunan Prawoto menuntut balas.
Arya Penangsang mengutus orang kepercayaannya, Rangkud, untuk membunuh Sunan Prawoto dengan dibekali Keris Kyai Setan Kober. Keris yang juga menjadi penyebab tewasnya beberapa raja Demak itu akhirnya juga mengakhiri kepemimpinan Sunan Prawoto di Demak. Penangsang pun naik tahta sebagai Raja Demak ke-5 tahun 1549.
Arya Penangsang hanya lima tahun menjadi Raja Demak. Ambisinya yang besar untuk mengalahkan Raja Pajang Hadiwijaya justru berbalik arah. Dia tewas terbunuh secara mengenaskan oleh pasukan Hadiwijaya pada tahun 1554. “Hikmahnya. Semoga dendam politik tidak terus terjadi di Indonesia demi kekuasaan. Sudah waktunya ekonomi menjadi panglima bukan politik yang terus mendendam,” tutup Eko B. Supriyanto.(*)