Jakarta – Badan Anggaran (Banggar) DPR RI bersama pemerintah pada Juli 2025 lalu telah menyelesaikan pembahasan awal rancangan postur RAPBN 2026 secara indikatif.
Kesepakatan pembahasan itu menjadi modal dan acuan pemerintah menyusun Nota Keuangan RAPBN 2026 yang akan disampaikan oleh Presiden Prabowo pada pertengahan Agustus ini.
Mengacu pada pembahasan awal diatas, Ketua Banggar DPR Said Abdullah memperkirakan pendapatan negara pada RAPBN 2026 pada kisaran Rp3.094 – Rp3.114 triliun. Sedangkan belanja negara pada kisaran Rp3.800 – Rp3.820 triliun, dan defisit RAPBN 2026 dalam rentang 2,53 persen PDB setara Rp706 triliun.
“Mengacu pada beberapa pengalaman di tahun sebelumnya, biasanya pemerintah mengajukan pada batas atas ketimbang batas bawah,” kata Said dikutip Senin, 11 Juli 2025.
Baca juga: Komisi XI DPR RI Sepakat Defisit RAPBN 2026 di Kisaran 2,48 – 2,53 Persen
Said mengatakan, postur RAPBN 2026 di atas lebih tinggi dari prognosis atas APBN 2025 yang diperkirakan pendapatan negara mencapai Rp2,865,5 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.387,3 triliun dan penerimaan bukan pajak Rp477,2 triliun serta penerimaan hibah sebesar Rp1 triliun.
Sedangkan belanja negara Rp3.527,5 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp2.663,4 triliun dan transfer ke daerah Rp864,1 triliun, dengan demikian defisit diperkirakan mencapai Rp662,0 triliun atau 2,78 persen PDB.
Menurutnya, target pendapatan dan belanja negara pada RAPBN 2026 yang meningkat sangat menantang bagi pemerintah. Apalagi dunia usaha di seluruh dunia harus mulai menyesuaikan diri dengan tarif kebijakan Presiden Trump yang berlaku kepada banyak negara, serta konflik geopolitik yang tak kunjung lerai.
Lebih lanjut, di dalam negeri juga belum sepenuhnya berhasil memulihkan daya beli masyarakat yang ditandai melandainya pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Termasuk, pemerintah harus mampu menggantikan penerimaan PNBP yang hilang karena setoran deviden BUMN, sekitar Rp80 triliun tidak ada lagi paska revisi UU BUMN yang melahirkan Danantara.
Di lain pihak, postur RAPBN 2026 akan menjadi modal penting bagi pemerintah untuk melakukan berbagai program recovery daya beli masyarakat, serta menjaga ekspor kita tetap ekspansif.
Secara perlahan, pelaku usaha bersama pemerintah perlu mencari pasar baru, dan tidak bergantung pada negara negara tujuan ekspor tradisional.
Said menyebutkan, RAPBN 2026 juga menjadi milestone kedua bagi pemerintah dalam menjalankan berbagai program strategis, seperti MBG, Kopdeskel, Sekolah Rakyat, pemeriksaan kesehatan gratis, dan lain-lain, yang secara teknis tidak mudah.
“Namun keberhasilan program ini akan menjadi “game changer” untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) generasi mendatang,” tandasnya.
Baca juga: Sri Mulyani Suntik Modal Kopdes Merah Putih Pakai Saldo Lebih APBN
Said menjelaskan, saat ini angkatan kerja kita 54 persen hanya luluan SMP kebawah. Program program diatas penting untuk mengubah struktur demografi angkatan kerja menjadi lebih berkualitas, dan handal menangkap peluang, bahkan menciptakan lapangan kerja sendiri.
Meski demikian, investasi pemerintah melalui APBN saja tidak cukup untuk membiayai pembangunan. Pemerintah harus melibatkan sektor swasta untuk menggerakan ekonomi lebih ekspansif.
“Pemerintah perlu memperbanyak skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) diberbagai proyek pemerintah yang secara teknis memungkinkan untuk hal itu. Investasi swasta menjadi salah satu kunci penting yang harus terus ditingkatkan kedepan,” ungkap Said. (*)
Editor: Galih Pratama









