Ketidakterlibatan Mentan di Program Food Estate Dipertanyakan

Ketidakterlibatan Mentan di Program Food Estate Dipertanyakan

Jakarta – Guna menjaga ketahanan pangan nasional, Presiden Jokowi telah mengutus jajaran menterinya untuk menjadikan Kalimantan Tengah sebagai kawasan food estate atau lumbung pangan alternatif di luar Jawa. Namun, ketidakhadiran Menteri Pertanian (Mentan) dalam jajaran menteri rombongan, yang tugas pokoknya menjaga ketahanan pangan lewat produksi pertanian dipertanyakan.

Adapun jajaran menteri yang diutus adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri BUMN Erick Thohir, hingga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Program Food Estate ini, merupakan rencana Presiden untuk menjaga ketahanan pangan. Ketidak adanya Mentan dalam rombongan, dinilai menjadi bentuk kekecewaan Presiden Jokowi terhadap kinerja Mentan selama ini.

Menyikapai hal tersebut, Anggota Komisi IV DPR-RI Fraksi PDI Perjuangan Ono Surono pun membenarkan merasa keanehan itu ketika Mentan Syahrul Yasin Limpo tak dilibatkan dalam program Food Estate. Menurutnya, memang seharusnya Kementan dilibatkan. Ia menilai, Kementan memiliki analisis terkait dengan lahan rawa atau gambut yang ada di Kalimantan apakah bisa ditanami oleh padi atau tanaman pangan lainnya.

Ia menduga presiden juga sudah menilai mengenai program cetak sawah baru kurang maksimal meski itu merupakan tupoksinya Kementerian Pertanian. Ono juga tidak menampik kemungkinan tidak dilibatkannya Syahrul Yasin Limpo adalah karena kinerjanya kurang bagus.

“Ya bisa jadi seperti itu, bisa juga karena kemarin kurang berhasil dalam mencetak sawah baru. Kedua, mungkin anggaran di Kementan tidak ada. Ketiga, bisa karena kemampuan Kementan sendiri yang kurang maksimal terkait dengan infrastruktur pertanian. Jadi itu mungkin yang jadi pertimbangan presiden,” ujar Ono dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Kamis, 2 Juli 2020.

Menurutnya Presiden Jokowi juga pasti punya penilaian terhadap kinerja para menterinya. Ia berharap ada perubahan yang signifikan di Kementan. Menurut Ono, dari tahun ke tahun periode ke periode ganti menteri tetap saja tidak ada perubahan yang signifikan di Kementan.

Di kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai, sangat aneh jika Jokowi tidak melibatkan Menteri Pertanian untuk urusan yang seharusnya menjadi ‘core business-nya’. Sebaliknya, Presiden malah melibatkan Menteri yang bukan urusan utamanya mengurusi pangan. Ia melihat hal ini merupakan buntut dari kekecewaan Presiden terhadap kinerja Mentan.

“Ini sinyal kuat, Menteri Pertanian tidak aman posisinya. Mentan jadi Menteri yang perlu dievaluasi atau bahkan direshuffle,” ucapnya.

Dirinya menduga, komunikasi antara Jokowi dengan Mentan tidak berjalan dengan baik. Terutama ketika pandemi melanda, tak ada gebrakan berarti dari Mentan terkait ketahanan pangan. “Jokowi itu butuh gebrakan, butuh ide besar bagaimana ketahanan pangan ini bisa berjalan saat pandemi. Tapi justru upaya Mentan tak terlihat. Harusnya saat pandemi mulai masuk, Mentan sudah punya konsep yang kuat untuk ketahanan pangan, bukan malah menghilang,” tuturnya.

Soal stok beras, misalnya, kata Uchok, seyogyanya Mentan sudah memikirkan dengan matang jika pandemi berlanjut dan stok menipis, apa yang harus dilakukan jika produksi juga tak bisa menutupi. “Dia harus tahu, di saat pandemi, Thailand dan Vietnam itu sudah tak mengekspor beras lagi buat ketahanan pangannya sendiri,” kata Uchok.

Dengan kata lain, lanjutnya, selain mengurusi soal produksi yang kemungkinan juga belum bisa teratasi, Mentan juga harus bisa menjaga ketahanan pangan dengan mencari sumber lain agar tak terjadi kelangkaan dan kenaikan harga bahan pangan. “Di saat pandemi, impor itu bukan barang haram untuk ketahanan pangan. Justru bagus kalau dia bisa impor. Nyatanya susah kan mencari bahan pangan impor di saat pandemi,” imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Limpo mengatakan bakal mempercepat musim panen. Dia ingin membuat produksi beras surplus. Kementan akan menyiapkan 7,4 juta hektare lahan sawah yang tersedia untuk mendukung percepatan musim panen. Menurutnya, saat ini stok beras dalam negeri yang masih tersedia per Juni 2020 sebanyak 7,49 juta ton. Dengan prediksi panen MT II tersebut, diprediksi stok hingga akhir Desember 2020 akan mencapai 22 juta ton.

“Kita ingin menghasilkan 15 juta ton beras,” papar Syahrul. (*)

Related Posts

News Update

Top News