Ketidakpastian Hukum Pada Repo Antarbank

Ketidakpastian Hukum Pada Repo Antarbank

Jakarta – Perkembangan transaksi repo di Indonesia yang cukup menggembirakan, diikuti dengan beragam permasalahan dan tantangan dalam implementasinya yang terutama muncul dari berbagai transaksi repo yang tak sesuai standar dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.

“Perkembangan selanjutnya yang perlu diantisipasi adalah masih adanya permasalahan dari transaksi ini. Antara lain, jika transksi repo yang tidak sesuai standar yang berlaku maka berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, di Jakarta, Jumat, 29 Januari 2016.

GMRA Indonesia merupakan dokumen perjanjian yang dipersyaratkan untuk dipergunakan lembaga jasa keuangan dalam melakukan transaksi repo. Hal itu sesuai POJK No. 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repo Bagi Lembaga Jasa Keuangan dan Surat Edaran OJK No. 33/SEOJK.04/2015 tentang GMRA Indonesia.

Transaksi repo sendiri merupakan transaksi antar bank yang menjaminkan surat berharga atau berupa obligasi negara ke pihak bank lain untuk mendapat dana dari penjaminannya itu. Dalam peluncuran ini, ada empat bank yang melakukan penandatanganan perjanjian transaksi repo, yaitu, Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BCA.

Potensi ketidakpastian hukum itu, antara lain, ketidaksesuaian standar terkait standar akuntansi dan aspek hukum. “Makanya antisispasi dari OJK dengan menyusun satu pedoman transaksi repo yang berlaku bagi seluruh jasa keuangan. Apalagi pedoman kita juga sesuai standar internasional,” tukas Muliaman.

Menurutnya, selama ini transaksi repo di perbankan lumayan besar. Berdasarkan data OJK, selama lima tahun terakhir (2011-2015) volume transaksinya mencapai Rp150, 6 triliun. Sementara nilai transaksinya mencapai Rp136 triliun. “Angka ini meningkat tajam dari lima tahun sebelumnya. Di 2006-2011, volume repo capai Rp42 triliun dan nilai transaksinya Rp36,74 triliun,” ucapnya.

Di tempat yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida menambahkan, sejak 2010 sebetulnya otoritas pasar modal, saat itu masih bernama Badan Pengawasan Pasar modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), sudah mengatur transaksi repo ini agar dibentur GMRA Indonesia.

“Dengan implementasi GMRA Indonesia diharapkan praktik transaksi repo yang dilaksanakan seluruh jasa keuangan terstandarisasi. Dengan begitu pasar repo Indonesia akan semakin dalam dan dapat digunakan sebagai alternatif pembiayaan,” tutupnya. (*) Rezkiana Nisaputra

Related Posts

News Update

Top News