Ketegangan Politik, Berakhir Pada Runtuhnya Ekonomi Arab

Ketegangan Politik, Berakhir Pada Runtuhnya Ekonomi Arab

London – Ketegangan politik yang terjadi di Arab Saudi telah menyulut gejolak ekonomi. Ketegangan ini ikut menular kepada negara timur tengah lainnya seperti Qatar, Bahrain, dan Oman. Ketiganya sejatinya bergabung dalam GCC (Gulf Cooperation Council). GCC yang beranggotakan enam negara yakni Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab kini mengalami gejolak ekonomi yang serius, bahkan diambang keruntuhan. Tanda-tandanya sudah terasa sejak keruntuhan GCC pada 2015 silam. Sejak itu, ribuan pengusaha merasakan adanya gejolak, jatuhnya harga properti, dan pembekuan ribuan bisnis.

Mimpi buruk itu pun berlanjut. Setidaknya 19 bank besar telah melakukan merger dalam 12 bulan terakhir. Delapan bank telah mengumumkan merger di UAE, dua diantaranya selesai pada 2017 dan enam lainnya akan bergabung pada 2018. Tiga bank bergabung di Qatar pada Agustus 2018, dan dua lagi bergabung di Kuwait-Bahrain pada Agustus 2018. Semetara 2 bank tertua telah bergabung di Saudi pada Oktober 2018.

Terjadinya merger ini disebut-sebut sebagai mega merger perbankan Saudi dan mencerminkan agenda reformasi kerajaan.

Terakhir kembali dikabarkan bahwa 2 institusi di Oman juga bergabung pada Agustus lalu. Merger dua bank Oman ini akan membentuk entitas dengan pangsa pasar pinjaman 25%. Oktober ini, 2 bank di Oman lagi-lagi melakukan merger.

Selain merger perbankan, terjadi juga penutupan dana Negara yang berimbas pada dunia bisnis. Perusahaan aluminium terpaksa lakukan merger. Perusahaan petrokimia terbesar di Saudi juga dalam masalah dan saat ini juga telah digabung. Perusahaan-perusahaan ini merupakan jantung ekonomi Saudi dan UEA dan mereka semua hampir bangkrut. Sebagai langkah pengamanan, perusahaan petrokimia Saudi sudah menandatangani kesepakatan merger senilai US$ 2,2 miliar.

Gejolak ini berimbas pada menurunnya kepercayaan investor. Pada awal pekan ini, proyek pembangkit listrik tenaga surya besar senilai US$ 200 billion dengan Jepang juga ditutup meskipun baru diluncurkan pada awal 2018. Arab Saudi yang sebelumnya merupakan negara terkaya di dunia kini malah mengambil pinjaman. Saudi sovereign wealth fund misalnya, telah mengambil pinjaman senilai US$ 11 miliar.

Ironis memang, pasalnya, belum pernah ada negara kaya menurun dengan cepat hanya dalam 3 tahun sejak 2015. Kini, Arab Saudi membutuhkan setidaknya US$ 11 billion per bulan untuk menutupi defisit mereka.

Lalu bagaimana dampaknya bagi Indonesia? Saat ini Indonesia diketahui memiliki hubungan bilateral di sector perdagangan,ekonomi, investasi, haji dan sekor pendidikan dengan Arab Saudi. Arab Saudi diketahui juga menandatangani MoU dengan pemerintah Indonesia di bidang energy, property, teknologi, dan kesehatan. Lalu apakah arab Saudi menjadi Negara timur tengah selanjutnya yang masuk dalam fase kebangkrutan?

Beberapa Fakta Gejolak Ekonomi di Negara-negara UAE
– 19 bank lakukan merger
– Deficit di Arab Saudi mencapai US$11 miliar per bulan
– Oktober 2018, Dubai mengumumkan bahwa 2 proyek multi miliar dolar telah dihentikan. Pembanguna proyek jelang EXPO 2020 terancam gagal/dihentikan, termasuk dihentikannya perluasan bandara Almaktoum dengan ditahannya dan ekspansi sebesar US$36 mmiliar.
– Sobha Group menagguhkan IPO 2021 karena alasan konsolidasi keuangan dan menghentikan pembangunan proyek senilai US$6,8 miliar.
– Arab Saudi tak mamppu membayar gaji pekerjanya.(*)

Related Posts

News Update

Top News