Jakarta – Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga BI menjadi 5,25% merupakan langkah yang tepat untuk menahan laju inflasi dan menjaga stabilitas rupiah. Namun, kenaikan tersebut berpotensi berdampak pada perekonomian domestik, konsumsi masyarakat dan investasi sektor usaha.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan bahwa terkait dengan transmisi atau penyesuaian suku bunga kredit, terutama kredit pemilikan rumah (KPR) masih akan melihat kondisi likuiditas, serta risiko kredit perbankan.
“Namun secara umum, tingkat suku bunga kredit belum menunjukkan peningkatan yang signifikan dan diperkirakan penyesuaian suku bunga kredit perbankan baru akan terindikasi pada semester I-2023,” ucap Josua kepada Infobanknews dikutip 21 November 2022.
Ia menambahkan, pada saat suku bunga BI mengalami kenaikan sebesar 50bps, BI justru masih melanjutkan kebijakan makroprudensial yang longgar hingga akhir tahun 2023, terlihat dari uang muka kredit kendaraan bermotor (KKB) sebesar 0% dan loan to value KPR sebesar 100%.
“Artinya masyarakat yang baru mau mengambil kredit KPR atau KKB berpeluang untuk membayar DP (down payment) yang cenderung rendah dan dimungkinkan untuk 0% tergantung dari risk appetite masing-masing bank,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, meskipun pada umumnya kenaikan suku bunga berpotensi membatasi permintaan kredit. Namun, juga diharapkan terkait dengan kebijakan makroprudensial yang diberikan oleh BI masih tetap longgar.
“Maka diharapkan momentum pertumbuhan kredit termasuk kredit KKB dan KPR diperkirakan akan tetap solid, dimana hal tersebut terindikasi dari NPL kredit konsumsi termasuk NPL KPR dan NPL KKB yang cenderung tetap rendah dan bahkan lebih rendah dari kredit produktif dan total kredit,” tutupnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra