Jakarta – Langkah Kementerian Pertanian (Kementan) untuk meminjam jagung dari dua perusahaan pakan ternak besar (feedmill), yaitu Charoen Pokphand, dan Japfa, sebanyak 10 ribu ton, dinilai sebagai bukti hasil carut marut produksi jagung di dalam negeri. Kondisi ini juga menunjukkan, bahwa klaim Kementan terkait surplus jagung 12 juta ton terlihat kian meragukan.
Kementerian Pertanian nyatanya tidak mampu menghadirkan stok jagung yang cukup untuk para peternak, sebagai pakan. Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menyatakan, peminjaman ini memperlihatkan buruknya tata kelola jagung oleh Kementan. Menurutnya, ketika Kementan menyebut ada surplus 12 juta ton jagung, maka itu sama saja dengan eksportir jagung terbesar.
“Ini kan terungkap ke publik bagaimana tata kelola jagung kita kelihatan sekali buruknya. Antara klaim produksi dan kenyataan berbeda jauh sekali,” ujar Dwi Andreas dalam keterangannya di Jakarta, yang dikutip, Sabtu, 17 November 2018.
Saat ini, kata dia, harga jagung bahkan ada yang mencapai Rp 6000 per kilogram dan sangat memberatkan peternak. “Bulog kan disuruh pemerintah impor jagung 100 ribu ton. Nah ini kebutuhan bukan sebulan dua bulan lagi. Tapi saat ini juga. Akhirnya terpaksa pinjam sana sini termasuk ke swasta,” tuturnya seraya menambahkan kondisi ini belum akan berakhir meskipun jagung impor sudah tiba.
Volume 10 ribu ton pun sebenarnya bukan jumlah yang besar. Pasalnya, 10 ribu ton setara dengan produksi 1 hektare jagung. Jika jumlah ini saja dilakukan dengan meminjam, maka klaim surplus jutaan ton kian menjadi pertanyaan publik. Selain itu, dirinya jug memprediksi, sedikitnya stok jagung akan terjadi sampai Februari 2019 mendatang.
“Jadi ini awal masalahnya adalah pada 2016 ketika Kementan mengeluarkan kebijakan pembatasan impor jagung dan kemudian melonjak impor gandum. Itu kalau ditotal-total kita malah rugi. Karena gandum pakan lebih mahal dari jagung, dan di Indonesia tidak bisa kita tanam gandum,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak (Dirbitpro) Kementan, Sugiono juga mengakui, pinjaman masing-masing sebanyak 5 ribu ton kepada tiap feedmill tersebut dikarenakan memang sudah ada kekurangan jagung di lapangan. Sedanhkan impor jagung yang direkomendasikan Kementan membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai ke Tanah Air.
“Ini kan tetap ayam kudu makan jagung, nggak bisa menunggu. Jadi, kita meminjam dulu. Di lapangan memang tidak mencukupi jadi melakukan peminjaman dulu ya,” ucapnya beberapa waktu lalu.
Nantinya pinjaman dari kedua feedmill tersebut akan diserakan kepada Bulog. Badan logistrik tersebutlah yang nantinya akan menyalurkan jagung-jagung tersebut kepada para peternak yang membutuhkan jagung dengan harga Rp4 ribu per kilogram. Pinjaman tersebut pun akan segera dikembalikan ketika impor jagung sebanyak 100 ribu ton tiba.
“Tapi ini khusus untuk peternak kecil, peternak mandiri, yang UMKM itu,” paparnya.
Sugiono mengungkapkan, sebenarnya bukan hanya kepada Charoen Pokphand dan Japfa pihaknya meminta bantuan. Semua feedmill sudah diminta dan memang sebelumnya juga sudah melakukan CSR untuk membagikan jagung kepada peternak mandiri. Hanya saja untuk saat ini, cuma Charoen Pokphand dan Japfa yang menyanggupi permintaan Kementan. Jumlahnya pun hanya 10 ribu ton sesuai dengan kemampuan stok mereka. (*)