Jakarta – Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan akan memberikan sanksi tegas bagi Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terbukti melakukan audit dan memberikan opini tidak sesuai dengan kode etik atau standar pemeriksaan pada laporan keuangan PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri.
Demikian pernyataan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2020. Ia mengatakan, baik Asabri maupun Jiwasraya biasanya di audit oleh KAP yang terdaftar. Dalam melakukan pekerjaannya, KAP juga di awasi oleh P2PK yang melakukan fungsi pengawasan regulasi dan pembinaan.
“Jadi kalau dalam satu audit di temukan ada ketidakwajaran, baik terkait kode etik maupun tidak dipenuhinya standar pelaksanaan audit, maka sesuai ketentuan nya itu akan diberikan sanksi,” kata Hadiyanto.
Sanksi yang akan diberikan, jelas dia, akan disesuaikan dengan tingkat kesalahan KAP yang bersangkutan. “Bisa bersifat teguran maupun pembebasan sementara dari praktek sebagai akuntan publik,” tuturnya.
Terkait dengan kasus Jiwasraya, sepanjang 2006 hingga 2012 BUMN tersebut menunjuk KAP Soejatna, Mulyana, dan rekan untuk mengaudit laporan keuangan mereka. Kemudian, sejak 2010 hingga 2013, KAP Hartanto, Sidik, dan Rekan merupakan KAP yang ditunjuk mengaudit Jiwasraya, dilanjutkan oleh KAP Djoko, Sidik, Indra.
Selanjutnya, di tahun 2016-2017 laporan keuangan Jiwasraya diaudit oleh PricewaterhouseCoopers (PwC). KAP ini memberikan opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan konsolidasian PT Asuransi Jiwasyara (Persero) dan entitas anaknya pada tanggal 31 Desember 2016.
Laba bersih Jiwasraya dalam laporan keuangan yang telah diaudit dan ditandatangani oleh auditor PwC tanggal 15 Maret 2017 itu menunjukkan, laba bersih konsolidasi tahun 2016 adalah sebesar Rp1,7 triliun, atau naik 37% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan untuk laporan keuangan konsolidasi tidak dipublikasikan.
Namun dari situs Jiwasraya, terdapat informasi mengenai Laporan Keuangan Jiwasraya yang bukan konsolidasi namun telah di audit oleh PwC, dimana disebutkan bahwa laba bersih di 2016 adalah sebesar Rp2,1 triliun (opini wajar tanpa pengecualian) dan laba bersih 2017 adalah Rp328 miliar (opini dengan modifikasian).
Sesuai dengan Peraturan No.71/POJK.05/2016 tentang kesehatan perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi, rasio pencapaian tingkat solvabilitas sekurang-kurangnya adalah 100% dengan target internal paling rendah 120% dari MMBR. Kalau dilihat pengungkapan Jiwasraya mengenai indikator kesehatan keuangan, rasio pencapaiannya terkait pemenuhan tingkat solvabilitas juga masih diatas 100%, yaitu 200% di tahun 2016 dan 123% di tahun 2017.
Angka yang disajikan pada laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi komprehensif dinyatakan berdasarkan SAK (Audited) dan hasil audit tersebut dinyatakan ditandatangani tanggal 29 Juni 2018.
Lalu, pada 10 Oktober 2018, Jiwasraya mengumumkan tak mampu membayar klaim polis JS Saving Plan yang jatuh tempo sebesar Rp802 miliar. Seminggu kemudian, Rini Soemarno yang menjabat sebagai Menteri Negara BUMN melaporkan dugaan fraud atas pengelolaan investasi Jiwasraya.
“Untuk KAP di Jiwasraya, kami terus melakukan pengawasan dan pengendalian terhadapnya,” imbuh Hadiyanto.
Untuk diketahui PwC, sejatinya juga tak hanya melakukan audit terhadap Jiwasraya, tapi juga PT Asabri yang belakangan diduga tertimpa kasus yang sama dengan Jiwasraya. Berdasarkan laporan keuangan, di tahun 2014 laba Asabri tercatat mencapai Rp245 miliar dengan Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Saat itu KAP yang tercatat melakukan audit adalah Heliantono & Rekan. Kemudian di tahun 2015, dengan auditor yang sama, laba Asabri tercata menjadi Rp347 miliar dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Pada tahun 2016, masih dengan auditor yang sama, laba Asabri tercatat Rp116 miliar dengan opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Sedangkan, pada tahun 2017 laba Asabri kemudian tercatat melonjak menjadi Rp943 miliar, naik 7 kali lipat dari tahun sebelumnya, dengan opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Di periode ini PwC juga yang bertindak sebagai auditornya.
Sebelumnya, Ekonom senior Rizal Ramli sempat meminta pemerintah memeriksa PricewaterhouseCoopers (PwC). Pasalnya, Rizal mencium audit keuangan yang dilakukan PwC terhadap Jiwasraya tak menujukkan kondisi sesungguhnya perusahaan. (*)