Jakarta – Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku, depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini, telah memberikan pengaruh terhadap utang pemerintah.
Oleh sebab itu, menurut Direktur Strategi dan Portofolio Utang DJPPR Kemenkeu, Schneider Siahaan, pemerintah akan berfokus dengan utang berdenominasi mata uang rupiah saja dibanding dengan utang berdominasi valuta asing. Hal ini juga untuk menahan depresiasi rupiah terhadap dolar AS.
“Berutangnya kita sekarang banyak yang rupiah, kalau rupiah kan pinjaman kecil kan tidak terpengaruh depresiasi,” ujarnya di Gedung Frans Seda DJPPR, Jakarta, Selasa 21 Agustus 2018.
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, jika dirincikan, utang pemerintah saat ini sebanyak 60 persen merupakan dalam bentuk mata uang rupiah. Sementara hanya 40 persen dari total utang merupakan utang dalam bentuk mata uang asing (valas).
Baca juga: Wamenkeu Minta Perhatikan Piutang Pemerintah Yang Tak Tertagih
“Dan itu kita bangun dari dulu. Dahulu pinjaman luar negeri dalam bentuk dolar, jadi pada saat seperti ini berat karena semua bayarnya pakai depresiasi sekarang sekitar 60 persen rupiah,” ucapnya.
Menurut dia, utang pemerintah saat ini masih dalam kondisi yamg aman dan masih di bawah batas ketentuan yang ada. Sampai dengan Juli 2018 utang pemerintah tercatat sebesar Rp4.253 triliun atau 29,75 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kalau dari studi yang ada 60 persen terhadap PDB itu masih oke. Kita itu maksimal tiga persen dari defisit setiap tahun maksimal untuk negara berkembang distudi yang ada dan kita itu semua di bawah itu jauh,” tutupnya. (*)