Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya mengakui gagal membuktikan aset milik Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro dalam bentuk bitcoin sebagai modus penyembunyian hasil korupsi PT Asabri. Hal tersebut disampaikan langsung Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah.
Febrie mengakui jika pihaknya menemukan akun bitcoin yang sudah kosong. Menanggapi hal itu, Kresna Hutauruk selaku kuasa hukum Heru Hidayat pun menegaskan kegagalan tersebut membuktikan jika Kejagung selama ini hanya berasumsi. Dirinya pun membantah tuduhan adanya transaksi bitcoin yang diduga dilakukan oleh kliennya itu.
“Sebagaimana tanggapan kami sebelumnya, pihak kami tidak pernah bermain dan berinvestasi bitcoin,” ujar Kresna seperti dikutip Rabu 23 Juni 2021.
Ia pun menghimbau kepada pihak Kejagung tidak membuat opini dan membuat gaduh masyarakat. Padahal, kata dia, penelusuran akun investasi bitcoin sebenarnya mudah dilakukan apalagi atas permintaan penegak hukum.
“Investasi bitcoin sangat mudah ditelusuri, siapa yang berinvestasi, akunnya apa, dari rekening mana dan uangnya lari kemana. Sehingga lebih baik Kejaksaan Agung membuka saja datanya ke masyarakat, siapa yang sebenarnya berinvestasi di bitcoin,” kata dia.
Menurutnya, kejaksaan cenderung menggiring opini masyarakat dan tmenyebut secara jelas nama-nama tersangka yang berinvestasi bitcoin. “Ketimbang hanya menyebutnya dengan istilah para tersangka, sehingga menggiring opini seakan-akan benar berinvestasi di bitcoin, walaupun investasi tersebut bukanlah haram. Apalagi sampai dikatakan mengosongkan akun,” ucap Kresna.
Terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan bahwa pihak Kejagung seharusnya membuktikan terlebih dahulu adanya kerugian negara akibat investasi bitcoin sebelum menyampaikan ke publik. “Mau bitcoin, mau perbuatan apa saja tidak masalah, yang penting ada pembuktian bahwa tindakan mereka merugikan negara,” tambah Fickar.
Namun, lanjutnya, kejaksaan dalam kiprahnya tidak boleh berasumsi dan menebak-nebak, karena fungsi kejaksaan itu sebagai penuntut umum. Pernyataan kejaksaan pun harus didasarkan pada bukti-bukti yang ada. “Karena itulah seorang jaksa ataupun institusinya diharamkan berasumsi, dan mengeluarkan pernyataan yang didasarkan perkiraan atau opini,” tegas dia. (*)