“Kita masih di posisi 0,689. Ini jadi PR (Pekerjaan Rumah) besar dari pemerintah saat ini,” ucapnya.
Posisi IPM Indonesia yang masih kalah jauh itu, kata dia, sangat berbeda dengan pertumbuhan ekonominya. Pada 2015 sendiri, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,79 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Turki sampai dengan kuartal I 2016 sebesar 4,8 persen.
“Tapi dari sisi IPM-nya kita kalah jauh. Karena di kita itu IPM yang menentukan pertumbuhan,” ucapnya.
Oleh sebab itu, untuk mendorong IPM Indonesia, kata dia, pemerintah perlu memutuskan apakah mau mengejar pertumbuhan tinggi atau pertumbuhan yang berkualitas. Karena daya saing SDM dianggap mampu menjadi faktor kunci agar Indonesia bisa tumbuh tinggi.
“Apalagi di tingkat daerah sendiri masih terjadi ketimpangan IPM. Masih sangat sedikit daerah yang IPM-nya tinggi,” tutup Arief. (*)