Jakarta – Kebijakan pemerintah melarang mudik menjelang perayaan Lebaran 2021 dianggap belum berjalan efektif. Pasalnya, tingkat kepatuhan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan lebih rendah dibanding setahun sebelumnya.
Demikian disampaikan Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center Hardjuno Wiwoho dalam keterangannya, Rabu, 5 Mei 2021. Pada dasarnya, kata dia, kegiatan mudik menjelang perayaan Lebaran sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat yang tinggal di perkotaan untuk kembali ke kampung halaman.
Bahkan secara religi, lanjutnya, ada kepercayaan di masyarakat untuk melakukan permohonan maaf kepada orang tua pada momentum lebaran.
Dengan demikian, jelas Hardjuno, aspek budaya dan religi tersebut semakin menguatkan keinginan masyarakat untuk melaksanakan mudik, kendati pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan mudik selama kurun 6-17 Mei 2021 yang disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.
“Larangan mudik yang diberlakukan pemerintah itu tidak serta-merta menurunkan angka penularan Covid-19. Sebab, saat ini sudah mulai terlihat mobilitas orang untuk pulang kampung. Larangan mudik ini justru menjadi peluang bagi orang untuk pulang kampung sebelum implementasi larangan mudik,” kata Hardjuno.
Lebih lanjut dia menyebutkan, larangan mudik menjelang Lebaran 2021 yang dilakukan pemerintah juga dikuatkan langkah Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melalui penerbitan Surat Edaran No. 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 H dan Upaya Pengendalian Covid-19 Selama Bulan Ramadhan 1442 H.
Namun, menurut Hardjuno, kemungkinan besar larangan tersebut diabaikan oleh masyarakat, lantaran sejauh ini sebagai besar orang berpandangan bahwa laju penularan Covid-19 sudah jauh mereda ketimbang periode menjelang Lebaran di 2020.
“Pada tahun lalu saja, banyak orang yang tetap melakukan mudik, meski pemerintah secara tegas melarang pelaksanaan mudik di masa pandemi,” imbuhnya.
Dia mengatakan, kendati pemerintah akan memberlakukan penyekatan di 333 titik dan sanksi putar balik yang efektif pada 6-17 Mei 2021, tetapi diyakini bahwa antusias masyarakat untuk tetap melakukan mudik tidak akan sepenuhnya terbendung. “Masih banyak ‘jalan tikus’ atau rute alternatif yang bisa dilalui pemudik untuk pulang kampung,” ucapnya.
Hardjuno beranggapan, pemberlakuan aturan larangan mudik terbilang akan efektif pada sebagian besar masyarakat yang berstatus aparatur negeri sipil (ASN), pegawai BUMN, anggota TNI/Polri beserta keluarganya.
“Tetapi untuk masyarakat umum, kebijakan melarang mudik diyakini kurang mampu berjalan efektif,” tegasnya.
Pasalnya, lanjut dia, sejauh ini terdapat pula anggapan dari masyarakat yang menyebutkan bahwa kebijakan larangan mudik yang nota bene bertujuan untuk menekan angka penularan Covid-19, tidak sejalan dengan langkah pemerintah yang mengizinkan masyarakat untuk beribadah di masjid dan memperkenankan tempat wisata untuk dibuka kembali.
“Jadi, saya harapkan pemerintah tidak pakai standar ganda dalam membuat kebijakan. Satu sisi masyarakat dilarang mudik, tapi sisi lain, tempat wisata dibuka. Ini kan ambigu yang membuat masyarakat tidak patuh,” pungkasnya. (*)