Oleh Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Media Group
KABINET pemerintahan Prabowo-Gibran akan terbentuk di 20 Oktober 2024 ini. Prabowo disebut-sebut akan membentuk kabinet zaken (zaken cabinet) yang gemuk atawa gemoy. Kabinet zaken dibentuk seperti zaman Soeharto sebelum reformasi. Bedanya, era Prabowo lebih gemuk. Kabarnya jumlah kementerian dan lembaga akan bertambah menjadi sekitar 43 kementerian, atau lebih banyak daripada era Jokowi.
Periode pertama pemerintahan Jokowi ada 20 menteri dari kalangan profesional dan 14 menteri dari partai politik. Periode kedua terbalik, 14 menteri dari profesional dan 20 menteri dari partai politik. Terlihat, di periode kedua, Jokowi mulai membangun pengaruh politiknya dengan memberikan kursi kepada partai politik. Jelas terbaca, Jokowi hendak melepaskan ketergantungan pada PDI-P, partai yang telah membesarkannya hingga menjadi presiden dua periode.
Begitu juga bila membaca pola insentif politik, yang tampak berbeda. Periode pertama, partai yang menjadi oposisi masih 31,07 persen dan pada periode kedua yang oposisi hanya 7,8 persen. Sementara, koalisi pemerintah mencapai 91,3 persen. Makin tambun. Partai-partai seperti disandera, karena pembiayaan partai yang cekak.
Baca juga: Ini Daftar 10 Kementerian/Lembaga dengan Anggaran Jumbo di 2025
Menjadi oposisi tidak ada insentif. Itu pulalah di ujung pemerintahannya, Jokowi mengakumulasi power yang besar. Partai politik tersandera dengan segala “kebejatannya”. Tunduk di bawah “ketiak” Jokowi. Personifikasi politik gaya Jokowi makin terang benderang.
Gaya politik Jokowi, termasuk partai-partai, bak politik gentong babi (pork barrel politics) – suatu praktik politik di mana para politisi menggunakan dana publik untuk proyek-proyek yang menguntungkan daerah pemilih tertentu. Tujuannya untuk mendapatkan dukungan politik, atau suara dari pemilih di daerah tersebut.
Hasilnya? Demokrasi mengalami kemunduran. Tak hanya itu. Selama pemerintahan Jokowi, ekonomi memang secara agregat tumbuh lima persen koma sekian. Namun, jika melihat beberapa kenyataan, ketimpangan sosial kian tajam saja grafiknya. Kesempatan kerja juga makin sempit dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Akhir-akhir ini, banyak cerita tentang PHK massal dari berbagai industri. Hidup makin susah dan kuliah makin mahal. Petani kian merana karena nilai tukar hasil pertanian kian rendah, kalau boleh disebut, makin tak dihargai.
Kue ekonomi makin besar memang, tapi yang menikmati cuma segelintir. Banyak kalangan merasakan sulitnya hidup. Anak-anak gen Z merasa tidak secure akan masa depannya. Gen Z makin banyak bekerja di sektor informal. Ironisnya, pemerintah malah sibuk “onani” untuk kebijakan dirinya sendiri dan personifikasi diri sendiri. Praktik politik Jokowi tidak menimbulkan trickle down effect. Tak mengalir ke bawah.
Pembangunan infrastruktur dan hilirisasi yang menjadi dewa utama pemerintahan Jokowi ternyata tidak membuka lebar kesempatan kerja bagi anak-anak muda. Moga pemerintahan Prabowo tidak mengulang apa yang terjadi selama pemerintahan Jokowi. Model politik gentong babi tentu akan dipakai anak-anak Jokowi, seperti Gibran Rakabuming Raka yang menjadi pendamping Prabowo.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Bagi-bagi buku dan susu tampak mulai dilakukan wakil presiden terpilih, Gibran. Persis seperti gaya Jokowi membagi-bagikan sembako dan kaus untuk menciptakan citra orang baik. Pemerintah itu membuat kebijakan untuk membuat rakyatnya sejahtera. Inti dari demokrasi adalah rakyat sejahtera dan memilih pemimpinnya dengan bebas dan demokratis.
Pembentukan kabinet zaken atawa kabinet ahli atawa juga kabinet profesional tentu suatu hal yang menarik. Moga tidak memboroskan anggaran serta menambah birokrasi dan sulitnya koordinasi. Kabinet mendatang harus market friendly – paling tidak, pro investasi. Kepastian hukum yang belakangan ini menjadi pergunjingan publik – karena menjadi kian tak ada kepastian – segera dikembalikan ke jalan yang benar. Pemerintah harus membuat iklim investasi dengan kepastian usaha yang lebih pasti. Preseden yang terjadi di KADIN yang pecah dan terjadi kudeta adalah reklame buruk bagi investasi.
Harapannya, kabinet zaken ini benar-benar terwujud dengan meminimalisasi peran partai, yang jujur saja, sudah seperti pedagang. Pemerintah mendatang harus fokus pada penciptaan lapangan kerja bagi anak-anak muda yang sudah lebih lama menunggu mendapatkan pekerjaan.
Pemerintah Prabowo harus mengubah haluan pembangunan ekonomi. Harapan itu bisa menjadi nyata jika kabinet zaken ini benar terbentuk. Hukumlah para pejabat dan politisi yang punya laku tak elok secara beramai-ramai, biar menimbulkan efek jera. Korupsi adalah sumber dari segala sumber, maka segeralah kuatkan kembali KPK dan pembersihan negara dari para koruptor karena juga sumber tidak efisiennya investasi.
Baca juga: Ingat Pesan Prof Soemitro Djojohadikusumo Soal Dana Pembangunan yang Bocor 30 Persen
Modal penduduk dengan konsumsi besar sudah menjamin pertumbuhan ekonomi 5 persen. Tinggal memberi kepastian berusaha dengan kebijakan market friendly. Maka, investasi akan datang dan kalau investasi sudah datang, untuk tumbuh 7 persen rasa-rasanya tidak terlalu sulit.
Kuncinya pada kabinet zaken yang pro investasi dan meninggalkan gaya Jokowi yang miskin kebijakan. Jujur, 10 tahun dia menjabat hanya menghasilkan ketidakpercayaan investor dan kerusakan fiskal yang membebani rakyat dengan banyak pajak.
Utang negara yang membesar ternyata hanya menghasilkan personifikasi dirinya dan kelompoknya yang membuat jurang ketimpangan kaya miskin makin lebar. Dan, pembangunan infrastruktur ternyata tidak melahirkan kesempatan kerja yang lebar, tapi jadi beban generasi mendatang karena dibangun dengan utang.
Sekarang fokuslah pada penciptaan lapangan kerja bagi anak-anak muda. Semua itu agar Indonesia tidak masuk dalam middle income trap, yang akan membuat Indonesia gelap ke depannya. Bagi-bagi buku dengan blusukan tidak membuat orang Indonesia kenyang!