Ancaman PHK mewarnai pasar tenaga kerja Indonesia. Bank Dunia mengungkapkan, tren pengangguran di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia jauh lebih baik daripada negara maju. Lalu apa saja langkah pemerintah tekan PHK? Apriyani Kurniasih.
Jakarta–Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih terus berlangsung. Iklim bisnis yang tak kondusif membuat PHK tak dapat dihindari. Hal itu dialami di sejumlah sektor yang bisnisnya terimbas cukup dalam seperti industri tekstil, industri alas kaki, industri batu bara dan industri elektronik. Di industri tekstil misalnya, jumlah PHK telah mencapai 26 ribu orang. Selain itu, PHK juga terjadi di industri perbankan. Bank-bank besar seperti Danamon, Bank CIMB Niaga dan MNC Bank mengaku berencana merumahkan karyawannya. Umumnya, alasan yang dipakai peruahaan dalam mem-PHK karyawannya serupa, yakni efisiensi, menurunnya permintaan dan profit, dan yang paling ekstrim adalah karena bangkrut.
Berdasarkan data Kementrian Tenaga Kerja, hingga September 2015 jumlah PHK telah mencapai 43 ribu orang. Jika dilihat dari wilayahnya, jumlah PHK terbesar terjadi di wilayah Kalimantan Timur, Jawa Barat dan Banten. Di Kalimantan Timur, jumlah PHK mencapai 10 ribu orang atau 24,88% dari total PHK di September 2015. Sementara di Jawa Barat dan Banten masing-masing mencapai 18 ribu dan 16 ribu orang. Jumlah PHK ini berpotensi masih akan bertambah. Kementrian Tenaga Kerja memprediksi, potensi jumlah PHK tahun ini mencapai 6 ribu orang.
Sejatinya, tren angka pengangguran di negara-negara Asia yang sebagian besar adalah negara berkembang jauh lebih baik daripada negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Jerman. Di Singapura, tingkat pengangguran masih relatif rendah dengan rasio mencapai 2%. Di Malaysia, tingkat pengguran mencapai 3,2%. Sementara di Thailand dan India, angkanya berada di kisaran 4%. Sedangkan di Indonesia, tingkat pengangguran relatif lebih tinggi ketimbang negara tetangga, yakni mencapa 5,8%. Bandingkan dengan tingka pengangguran di AS yang mencapai 5,10%, Jerman 4,5% dan Perancis yang mencapai 10,3%.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, resesi besar memiliki dampak postif terhadap tren pasar tenaga kerja di negara-negara berkembang. Sejak 2010, tingkat pengangguran umumnya berada di bawah ketika krisis keuangan asia pada 1997/1998 dan trennya terus menurun. Kondisi sebaliknya dalami oleh negara maju dimana tingkat penagguran terus meningkat tajam dan melambat penurunnya. Hal ini menunjukkan, semenjak krisis Asia, pasar tenaga kerja berkembang memiliki ketahanan yang cukup baik dan tumbuh kuat.
Di negara berkembang, penciptaan lapangan kerja sejak saat itu memainkan peranan penting dalam memerangi pengangguran dan kemisinan. Ada sejumlah kebijakan yang berpengaruh signifikan terhadap pasar tenaga kerja di negara berkembang, diantaranya, penerapan reformasi mendukung pertumbuhan, dan menghapuskan kendala struktural di pasar tenaga kerja. Hasilnya, ketika tingkat pengangguran di sejumlah negara maju kembali ke masa krisis tahun ini, tidak demikian yang terjadi di negara berkembang. Bank Dunia mencatat, saat ini, tingkat penagguran di negara maju rata-rata mencatatkan kenaikan sebesar 3%, namun di negara berkembang peningkatannya kurang dari setengah persen.
Apa yang membuat negara-negara berkembang memiliki ketahaan pasar tenaga kerja yang tangguh? Pertama, tingkat fundamental makro ekonomi negara berkembang yang menguat. Negara-negara berkembang terbukti mampu menciptakan bauran kebijakan makro ekonomi yang mendukung stabilitas pertumbuhan ekonomi. Kedua fokus pada pengembangan UKM. Pasca krisis, terbuki sektor UKM yang mampu bertahan. Untuk itu, negara-negara ini menciptakan kebijakan struktural dalam mendorog pengembangan UKM. Pasalnya, selain terbukti tahan banting pada saat krisis, sektor ini juga mampu menyerap tenaga kerja terbesar. Dan ketiga adalah reformasi tenaga kerja.
Lalu apa yang dilakukan Indonesia dalam menekan PHK? Harus diakui, ancaman PHK ditengah perlambatan bisnis memang tak dapat di hindari. Demi menekan tingkat pengangguran, Presiden Joko Widodo menggalakkan program padat karya dalam menciptakan lapangan kerja. Dalam program tersebut, Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani merilis sekitar 16 perusahaan padat karya yang akan dapat merekrut tenaga kerja secara besar-besaran. “Jumlahnya bisa mencapai 121 ribu tenaga kerja” ujar Franky.
Franky menambahkan, program ini akan dijalankan di sekitar 15 kabupaten kota di dua propinsi, yakni Jawa Tengah dan Jawa Barat. Adapun ke-16 perusahaan yang nantinya akan terlibat dalam program akan menjalani beberapa tahapan program, diantaranya program investasi padat karya. Terkait program investasi ini, Franky mengungkapkan, akan ada rencana investasi sekitar Rp5,8 triliun di Jawa Barat dan Rp13,1 triliun di Jawa Tengah. Melalui investasi tersebut, diharapkan dapat menyerap sekitar 20 ribu tenaga kerja di Jawa Barat dan 90 ribu tenaga kerja di Jawa Tengah.
Selain itu, pemerintah saat ini juga tengah sibuk menggerakkan ekonomi desa melalui digulirkannya dana desa. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan bahwa dana desa dapat menjadi stimulan untuk mengembangkan usaha perekonomian desa. Marwan juga berjanji akan memperbaiki pusat-pusat perekonomian desa seperti pasar tradisional untuk menggerakkan aktivitas ekonomi sehingga perekonomi desa dapat ditingkatkan.