Jepang dan Inggris Resesi, Pemerintah Monitoring Dampaknya ke Ekonomi RI

Jepang dan Inggris Resesi, Pemerintah Monitoring Dampaknya ke Ekonomi RI

Jakarta – Perekonomian sejumlah negara maju sedang mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi, yakni Jepang dan Inggris. Hal ini utamanya disebabkan oleh tingginya tingkat inflasi dan melemahnya permintaan domestik.

Pertumbuhan ekonomi kedua negara tersebut terkontraksi selama dua kuartal berturut-turut yang mengindikasikan Jepang dan Inggris akan masuk ke dalam resesi.

Meski demikian, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk menilai bahwa kedua negara ini akan memasuki kondisi resesi ekonomi.

“Mencermati kondisi tersebut, pemerintah terus memonitoring dampak transmisi perlambatan ekonomi global terhadap perekonomian nasional, khususnya Jepang,” ujar Susi dalam keterangan resminya, 19 Februari 2024.

Baca juga: Pemulihan Ekonomi Global Masih Disertai Risiko

Seperti diketahui, Indonesia memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan Jepang, seperti pada aspek investasi dan ekspor-impor. Jepang menjadi salah satu tujuan utama ekspor bagi Indonesia dengan komoditas utama ekspor batubara, komponen elektronik, nikel dan otomotif.

Tercatat, ekspor Indonesia ke Jepang sepanjang tahun 2023 berada pada peringkat ke-4 dengan total mencapai USD18,8 miliar, sementara Foreign Direct Investment Jepang ke Indonesia tahun 2023 juga berada pada peringkat ke-4 dengan total sebesar USD4,63 miliar.

Meski hingga saat ini perekonomian nasional masih menunjukkan resiliensi dengan capaian pertumbuhan yang solid ditopang oleh permintaan domestik yang terus tumbuh dan dijaga dengan inflasi yang terkendali. Pemerintah juga tetap mengambil sejumlah langkah antisipatif terhadap risiko ekonomi global tersebut untuk menjaga perekonomian Indonesia tetap stabil.

Guna menjaga ketahanan sektor eksternal, yakni neraca dagang, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 416 Tahun 2023 tentang Tim Pelaksana dan Kelompok Kerja Satuan Tugas Peningkatan Ekspor Nasional sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2023 tentang Satgas Peningkatan Ekspor Nasional.

Satuan tugas tersebut akan berupaya meningkatkan kinerja ekspor nasional guna memperkuat neraca perdagangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi baik melalui penguatan pasokan ekspor, diversifikasi pasar ekspor, penguatan pembiayaan dan kerja sama internasional, serta pengembangan ekspor UMKM.

“Selain itu, upaya penjajakan dalam rangka membuka pasar baru untuk pengembangan ekspor juga terus dilakukan oleh Pemerintah,” katanya.

Hingga saat ini telah dibentuk 6 Kelompok Kerja (Pokja) dalam satgas tersebut berdasarkan tugas dan kewenangannya masing-masing, diantaranya, yakni Pokja 1 Bidang Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing Sumber Daya dan Industri Ekspor, Pokja 2 Bidang Diplomasi, Promosi dan Pengembangan Pasar Ekspor.

Baca juga: Nilai Ekspor dan Impor RI Januari 2024 Turun, BPS Ungkap Penyebabnya

Kemudian, Pokja 3 Bidang Simplifikasi, Sinkronisasi, dan Integrasi Proses Bisnis dan Layanan Ekspor, Pokja 4 Bidang Pembiayaan Ekspor, Pokja 5 Bidang Peningkatan Ekspor UMKM, serta Pokja 6 Bidang Regulasi.

Seperti diketahui Neraca Perdagangan Indonesia pada Januari 2024 masih melanjutkan tren surplus 45 bulan berturut-turut sebesar USD2,02 miliar yang didukung oleh kinerja sektor nonmigas sebesar USD3,32 miliar, namun kinerja sektor migas masih menunjukkan defisit sebesar USD1,30 miliar.

“Hal tersebut menjadi salah satu concern Pemerintah, khususnya tim Satgas Peningkatan Ekspor Nasional. Untuk itu, masing-masing pokja saat ini tengah menyusun rencana kerja berupa quick win, rencana jangka pendek, jangka menengah, hingga jangka panjang guna mengatasi hal tersebut,” pungkas Susi. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News