Ilustrasi: Masyarakat akses pembiayaan pindar. (Foto: istimewa)
Jakarta – Lonjakan akses pinjaman daring (pindar) dan buy now pay later (BNPL) jelang Lebaran sudah menjadi tren tahunan yang dipicu tingginya kebutuhan masyarakat untuk berbagai kebutuhan.
“Mendekati Lebaran memang secara siklus akan terjadi permintaan untuk pembiayaan pinjaman daring (pidar) dan paylater. Pembiayaan tersebut digunakan untuk keperluan mudik dan berwisata,” kata Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), kepada Infobanknews, Jumat, 14 Maret 2025.
Huda menilai, masyarakat yang tidak cukup biaya, memilih untuk mencari pembiayaan utang melalui pindar dan BNPL karena kemudahan akses yang ditawarkan.
Baca juga : Prabowo Bentuk Koperasi Desa Merah Putih untuk Lawan Jeratan Pinjol dan Rentenir
“Dulu mungkin bisa berutang ke tetangga atau keluarga. Sekarang beralih kepada pembiayaan melalui teknologi, termasuk pindar dan paylater,” jelasnya.
Meski demikian, dirinya mengingatkan bahwa peningkatan utang pindar bisa berujung pada lonjakan kredit macet pasca Lebaran.
Biasanya, setelah dua hingga tiga bulan pasca Idulfitri, banyak masyarakat yang mengalami kesulitan membayar cicilan karena beban keuangan yang menumpuk.
Baca juga : Kolaborasi AFPI dan Google Berhasil Tutup 105 Aplikasi Pinjol Ilegal
“Ketika permintaan meningkat secara signifikan, maka potensi kredit macetnya juga meningkat. Begitu juga dengan ketika setelah lebaran, biasanya akan meningkat pasca 2/3 bulan kemudian. Tapi nanti akan kembali turun kembali di pertengahan tahun,” bebernya.
Oleh karena itu, kata Huda, penting bagi masyarakat untuk mempertimbangkan betul pembiayaan atau utang paylater atau pindar. Tidak boleh berlebihan dalam konsumsi ketika lebaran.
“Siklus seperti ini kan terjadi setiap tahun, harusnya platform sudah mempunyai antisipasi terhadap potensi kenaikan kredit macet. Yang paling penting adalah melakukan kredit scoring secara ketat dan lebih valid. Jika sudah ada historia gagal bayar, saya rasa harusnya sudah ke-detect. Manfaatkan database terkait borrower yang nakal,” pungkasnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Non-Performing Financing (NPF) gross atau rasio pembiayaan macet fintech P2P lending per Oktober 2024 adalah 2,52 persen. Angka tersebut lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 2,82 persen. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Bank Kaltimtara) mencatatkan pertumbuhan laba… Read More
Jakarta – Bank Syariah Indonesia (BSI) menggelar acara santunan untuk 4.444 anak yatim di Jakarta… Read More
Jakarta – Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffry Hendrik mengungkapkan, pasar modal di… Read More
Jakarta- Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memproyeksikan neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 diperkirakan… Read More
Jakarta - Menteri Investasi dan Hilirisasi atau Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mematok target investasi… Read More
Jakarta – Bank Aladin Syariah menjalin kemitraan strategis dengan Aksesmu, aplikasi belanja grosir untuk kebutuhan… Read More