Jakarta – Ekonom senior sekaligus mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Menteri Keuangan RI, Bambang Brodjonegoro, menjelaskan peran penting sektor pariwisata atau tourism bagi neraca perdagangan Indonesia. Ia katakan, sektor pariwisata bisa menjadi pendongkrak dan menutupi defisit pada beberapa sektor lainnya.
“Yang paling mungkin digenjot di Indonesia dan sudah dilakukan di negara seperti Thailand, Malaysia, dan negara-negara Eropa ialah tourism atau travel services. Sektor tourism kita masih surplus walaupun surplusnya cuma USD2,318 miliar,” ujar Bambang pada sesi Breakfast Leadership Banking Insights Forum 2024 bertema “Digital Banking 4.0: Advancing Customer-Centricity and Growth in Indonesia’s Banking Economy” yang diadakan oleh Backbase bekerja sama dengan Infobank di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Kamis (18/7).
Baca juga: Eco Town Bakal Jadi Center of Medical Tourism di Indonesia
Ia terangkan lebih lanjut, surplus sektor tourism itu adalah hasil dari selisih antara besaran pengeluaran turis asing di Indonesia dengan besaran pengeluaran yang dilakukan turis asal Indonesia di luar negeri.
Meskipun mengalami surplus, Bambang katakan, Indonesia tetap perlu berhati-hati karena kunjungan turis asing ke Indonesia belum maksimal, dan turis domestik Indonesia yang daya belinya semakin baik, malah semakin senang travelling ke luar negeri.
“Apalagi kalau bapak ibu punya anak gen Z dan segala macam, mereka lebih senang keluarin uang untuk travelling ke luar negeri. Padahal, itu nantinya akan berdampak ke sektor tourism kita. Ini adalah satu-satunya harapan kita, karena yang lain relatif kecil,” imbuhnya.
Bambang turut menjelaskan jika selama ini defisit terbesar pada neraca perdagangan Indonesia disumbang oleh sektor layanan transportasi, yang mana besaran defisitnya mencapai USD8,719 miliar. Ia ungkapkan, kita seringkali tak sadar saat kita mengekspor batu bara atau CPO ke luar negeri, pihak Indonesia memakai kapal berbendera asing.
Maka dari itu, di waktu yang sama, Indonesia mengekspor komoditas ke luar negeri sambil mengimpor layanan transportasi dari negara lain.
“Nah, ternyata ujung-ujungnya kalau dikombinasikan kita defisit. Karena apa? Industri perkapalan kita lemah sekali. Dan juga barangkali bukan hanya industri perkapalannya, pelabuhan kita tuh belum jadi hub. Tanjung Priok itu hub-nya itu Singapura. Jadi, Tanjung Priok itu tidak benar-benar sebagai tempat untuk membawa komoditas kita dari domestik ke destinasi,” ucapnya.
“Yang terjadi adalah dari Tanjung Priok ke Singapura, dari Singapura baru ke different part of the world,” tegasnya kembali.
Sementara itu, sektor layanan keuangan serta layanan asuransi dan dana pensiun masing-masing mencatatkan defisit sebesar USD1,244 miliar untuk keuangan dan USD1,889 miliar untuk asuransi dan dana pensiun.
Baca juga: Ramai Fenomena Revenge Tourism, Perhatikan 5 Hal Ini Sebelum Liburan
Bambang mengungkapkan, penyebab sektor keuangan juga menjadi penyumbang defisit adalah industri keuangan Indonesia banyak memakai jasa keuangan dari luar negeri, serta reasuransi yang juga besar nominalnya.
“Karena kita kurang banyak mengembangkan produk sendiri, sekalipun kita butuh foreign direct investment (FDI), akhirnya kita banyak bayar royalti, license, segala macam. Saya cek ke beberapa company tempat saya pernah jadi komisaris, ya mereka akui kita harus bayar (royalti) karena kita pakai produk mereka sekalipun diproduksi di sini,” sebutnya.
“Ini semua lumayan besar, bapak ibu bisa jumlahkan ini semua dan keluarnya kita defisit sampai USD18,08 miliar di 2023 yang tak bisa terkompensasi oleh surplus pada neraca perdagangan,” pungkasnya. (*) Steven Widjaja