Jaga Inflasi 2016 BI dan Pemerintah Sepakati 6 Langkah

Jaga Inflasi 2016 BI dan Pemerintah Sepakati 6 Langkah

Jakarta–Bank Indonesia (BI) bersama Pemerintah menyepakati enam langkah strategis untuk menjaga inflasi 2016 agar berada dalam kisaran 4%±1%. Langkah strategis ini juga menentukan upaya membawa inflasi dalam tren yang menurun ke depannya, sesuai dengan target yang ditetapkan.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara mengungkapkan, keenam langkah yang disepakati oleh BI dan Pemerintah tersebut adalah, pertama mengimplementasikan arah (roadmap) pengendalian Inflasi sebagai acuan program Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID),

Kedua, mengaktifkan sekretariat pengendalian inflasi yang berkedudukan di Kementerian Koordinator Perekonomian untuk mempermudah koordinasi Pusat dan Daerah yang membutuhkan dukungan Pemerintah Pusat. Ketiga, melibatkan KPPU dan penegak hukum untuk mengatasi permasalahan struktur pasar komoditas pangan.

Lalu keempat, menyelenggarakan Rakornas VII TPID tahun 2016 pada bulan Agustus 2016, setelah penetapan Kepala Daerah baru untuk mendapatkan komitmen dari Kepala Daerah dalam upaya stabilisasi harga. Kelima, melakukan extra effort dalam pengendalian inflasi komoditas pangan sebagai antisipasi tantangan inflasi harga yang diatur Pemerintah (administered prices) tahun 2016.

“Dan keenam memperkuat bauran kebijakan Bank Indonesia untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya pencapaian target inflasi 2016,” ujar Tirta di Jakarta, Rabu, 23 Desember 2015.

Dalam rapat koordinasi tersebut, diawali dengan mengevaluasi pencapaian inflasi 2015, yang diyakini akan terkendali di bawah 3%. Rendahnya inflasi 2015 tersebut tidak terlepas dari dukungan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah, antara Bank Indonesia dengan Pemerintah.

Sedangkan untuk memperkuat pengendalian inflasi di tahun 2016, khususnya yang berasal dari sisi administered prices dan gejolak bahan pangan (volatile food), lanjut Tirta, diperlukan sinkronisasi kebijakan yang lebih kuat, baik pada tingkat pusat maupun daerah.

“Kebijakan dimaksud didukung oleh suatu roadmap pengendalian inflasi yang komprehensif serta komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kebijakan (stakeholders),” tukasnya.

Menurutnya, koordinasi BI dan Pemerintah yang semakin baik, telah berperan penting dalam mengendalikan Inflasi 2015. Selain itu, Inflasi kelompok volatile food juga tercatat cukup rendah seiring dengan terjaganya kecukupan pasokan bahan pangan. Kondisi tersebut didukung koordinasi BI dan Pemerintah, antara lain, melalui TPI dan TPID dalam mendorong peningkatan produksi dan memperbaiki distribusi, serta meminimalkan berbagai distorsi harga bahan pangan.

Sejalan dengan itu, kelompok administered prices diperkirakan mengalami inflasi yang rendah, bahkan berpotensi deflasi, ditopang oleh menurunnya harga energi dunia di tengah reformasi subsidi berupa penyesuaian harga BBM dan LPG 12 Kg, serta penyesuaian tarif listrik. Rendahnya inflasi administered prices tersebut juga ditopang oleh langkah Pemerintah untuk menurunkan harga solar dan memberikan diskon tarif listrik industri golongan tertentu melalui paket kebijakan ekonomi III.

Sementara itu, inflasi inti tetap terkendali, didukung oleh ekspektasi inflasi yang terjaga, dampak pass through pelemahan nilai tukar yang terbatas dan tekanan permintaan domestik yang relatif lemah. Hal tersebut tidak terlepas dari peran kebijakan Bank Indonesia dalam mengelola permintaan domestik, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan ekspektasi inflasi.

“Penguatan koordinasi BI dan Pemerintah diperlukan untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi 2016, terutama dari administered prices dan volatile food. Kebijakan terkait administered prices, termasuk tarif listrik, dapat berpotensi mendorong kenaikan inflasi,” ucap Tirta.

Dia menilai, tekanan inflasi volatile food diperkirakan dapat berasal dari terbatasnya pasokan sejumlah bahan pangan, termasuk beras. Hal ini, antara lain, disebabkan dampak El Nino yang diperkirakan berpengaruh terhadap produksi di sektor pertanian. Menghadapi tantangan ini, diperlukan sinkronisasi kebijakan yang didukung dengan komitmen yang kuat dari berbagai pihak, baik di pusat maupun daerah. (*) Rezkiana Nisaputra

Related Posts

News Update

Top News