Jakarta – Solusi voice artificial intelligence atau AI diperkirakan akan semakin dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan di wilayah Asia Pasifik.
Dalam penelitian terbaru yang dilakulan oleh start-up voice artificial intelligence, AI Rudder, menemukan bahwa hampir setengah (47%) contact centre di Asia Pasifik kini mempertimbangkan untuk menggunakan solusi voice AI dalam 12 bulan ke depan, sebagai strategi bisnis untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan karyawan.
Laporan berjudul The Future of Customer Experience with Voice AI dibuat berdasarkan survei terhadap lebih dari 500 pemimpin customer experience (CX) di Asia, mengenai keadaan industri contact centre. Setelah memprioritaskan akuisisi pelanggan dan onboarding selama 3 tahun terakhir, perusahaan-perusahaan yang mengedepankan teknologi digital kini berada di titik puncak transformasi digital, dan dengan demikian semakin menyadari pentingnya CX dalam mendorong keterikatan jangka panjang, memenangkan, dan meningkatkan pendapatan mereka. Menurut laporan tersebut, hampir setengahnya (46%) telah memprioritaskan peningkatan CX dalam 24 bulan ke depan.
Kun Wu, Co-Founder dan Managing Director AI Rudder menjelaskan banyak perusahaan masih kurang dalam implementasi omnichannel. Seiring perjalanan pelanggan yang semakin kompleks, kini personalisasi menjadi sebuah keharusan. Pengguna memilih untuk berinteraksi dengan brand di channel-channel pilihan mereka, sering berpindah-pindah di antara channe-channel tersebut dan mengharapkan akses tanpa gangguan. Artinya, sekarang perusahaan harus melacak perjalanan para pelanggan di semua channel agar bisa melayani pelanggan tersebut dengan lebih baik, baik untuk penjualan, bantuan, atau penyelesaian masalah.
“Saat brand melihat channel mereka sebagai saluran yang terpisah satu sama lain, nyaris mustahil untuk melakukan personalisasi pengalaman bagi pelanggan. Kini tantangan bagi berbagai perusahaan adalah mewujudkan personalisasi dalam skala besar, tanpa mengorbankan kualitas pengalaman pelanggan. Karenanya, voice AI menjadi jalan penting bagi perusahaan-perusahaan untuk mengelola banyaknya permintaan pelanggan, serta memastikan layanan mereka mulus dan intuitif,” kata Wu, Senin, 28 November 2022.
Ia menambahkan, melihat ke tahun 2024, perusahaan-perusahaan juga ingin menjembatani kesenjangan antara customer experience (CX) dengan employee experience (EX). Interaksi pelanggan masih membutuhkan sentuhan manusia; kualitas CX bergantung pada karyawan yang termotivasi dan berdaya. Permintaan pelanggan yang meningkat artinya tim contact centre perlu diperbanyak, dan perusahaan-perusahaan menghadapi tekanan untuk mengoptimalkan standar layanan di samping mengelola biaya dan beban kerja. Dengan latar belakang ini, solusi seperti voice AI makin dipandang sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan staffing, tanpa mengorbankan kualitas layanan.
“Kedepannya panggilan harus dijawab dalam jangka waktu tertentu, perusahaan-perusahaan ingin mengalihkan berbagai pertanyaan ke channel non-suara yang tidak memerlukan bantuan agen manusia. Lebih dari setengahnya (59%) sekarang mempertimbangkan peningkatan customer self-service sebagai komponen kunci dari strategi CX mereka,” tambahnya.
Untuk mengatasi masalah ini, banyak perusahaan semakin memprioritaskan AI dan ML dan berharap investasi ini bisa mengurangi beban agen, meningkatkan retensi karyawan (41%), dan mendorong kepuasan pelanggan (40%). Lebih dari tiga perempatnya (77%) telah memulai atau mengkalibrasi ulang prioritas transformasi digital mereka dalam 2 tahun terakhir, dan lebih dari setengahnya (53%) menerapkan kombinasi AI dan aplikasi self-service, termasuk voice AI assistants.
Wu mengatakan, memahami nuansa adalah kunci untuk kesuksesan voice AI. Untuk mencapai keberhasilan penggunaan voice AI, memahami nuansa interaksi suara dengan mengumpulkan kumpulan data yang tepat untuk melatih model AI akan menjadi sangat penting. Karena itu, AI Rudder terus mengembangkan platformnya untuk mendukung lebih banyak bahasa, dialek, dan aksen. Baru-baru ini, AI Rudder meluncurkan Singlish bot terbaru, yang diperkuat dengan speech data sebanyak 3.000 jam dari National Speech Corpus (NSC) lengkap dengan fitur yang ‘dimanusiakan’ untuk memproses semantik, berbagai ujaran linguistik, dan disfluensi pengucapan.
“Voice assistants kami dapat melakukan percakapan yang rumit dan dapat membedakan antara interupsi yang punya arti dengan interferensi latar belakang, untuk menyimpulkan maksud sebenarnya dari si pengguna. Demikian pula, mereka dapat berkomunikasi secara intuitif menggunakan disfluensi pengucapan dan kata-kata pengisi seperti halnya bahasa setempat, sehingga terdengar lebih akrab dan alami. Hal ini membuat pelanggan merasa lebih nyaman saat berkomunikasi dengan voice AI,” kata Zader Zhang, Direktur AI di AI Rudder, Senin, 28 November 2022.
Zhang juga mengatakan kemampuan voice AI assistants diharapkan akan terus meningkat seiring waktu, setiap kali digunakan. Saat ini, platform ini telah mendukung lebih dari 20 bahasa dan dialek, termasuk Inggris, China, Hindi, Tamil, Bahasa Melayu, Bahasa Indonesia, Tagalog, dan Taglish. (*) Ayu Utami