Jakarta –World Islamic Economic Forum (WIEF) ke-12 yang dilaksanakan di Jakarta Convention Center pada 2-4 Agustus 2016 lalu telah menghasilkan sejumlah rekomendasi dalam mengatasi tantangan yang menjadi sorotan para pemimpin global. Tantangan yang dimaksud terkait persoalan desentralisasi serta bagaimana memberdayakan bisnis masa depan, yang tidak hanya ditujukan bagi negara tuan rumah Indonesia, tetapi juga bagi ekonomi Muslim dan non-Muslim di seluruh dunia, terutama sekali di tengah tantangan ekonomi global saat ini.
Rekomendasi-rekomendasi tersebut meliputi, satu, mendorong dan menciptakan lingkungan yang mendukung dalam upaya pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan serta untuk membuka peluang ekonomi bagi masyarakat pedesaan.
Dua, memanfaatkan pelatihan yang inovatif untuk membekali generasi muda dengan keterampilan modern agar dapat meningkatkan nilai tukar ekonomi mereka. Tiga, memperluas penggunaan Keuangan Islam dalam menumbuhkan ekosistem halal, industri fashion Muslim, pembangunan infrastruktur dan keuangan sosial. Empat, memanfaatkan penggunaan teknologi disruptif (disruptive technology) untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dan lima, mengembangkan strategi untuk meningkatkan potensi industri kreatif agar pertumbuhan ekonomi dapat tersebar.
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Indonesia mengatakan, WIEF ke-12 yang mengangkat tema ‘Desentralisasi Pertumbuhan, Memberdayakan Bisnis Masa Depan’, adalah sebuah platform yang tepat bagi Pemerintah Indonesia untuk mempromosikan peluang investasi di Indonesia dan memasarkan produk lokal, baik produk-produk yang telah mendapatkan sertifikasi halal maupun produk-produk yang kompetitif lainnnya bagi pasar internasional. Hal itu terbukti dari diadakannya beberapa pertemuan bilateral oleh beberapa kepala negara yang telah menghasilkan beberapa perkembangan yang menggembirakan.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menyaksikan penandatangan perjanjian yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) dan Bank Negara Malaysia untuk pelaksanaan “Kerangka Integrasi Perbankan di ASEAN (ASEAN Banking Integration Framework)”. Diantara isi kesepakatan tersebut adalah adanya tiga bank yang memenuhi syarat dari masing-masing yurisdiksi yang diperbolehkan untuk membuka kantor cabang di wilayah yurisdiksi di kedua negara lainnya berdasarkan prinsip saling menguntungkan.
Kemudian, pertemuan bilateral antara Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Sri Lanka Ranll Wickremesinghe telah mendorong Indonesia untuk membantu pengembangan sistem kereta api di Sri Lanka. Sedangkan bagi Sri Lanka, pertemuan tersebut mendorong negara tersebut untuk mengimpor gerbong kereta buatan Indonesia.
Selanjutnya, Presiden Guinea Alpha Conde dan Presiden Jokowi telah menyatakan minatnya untuk memulai pembangunan kapasitas di bidang pertanian, energi dan penerbangan. Presiden Conde juga mengundang investor Indonesia untuk berinvestasi di industri pertanian dan pertambangan di Guinea.
Sementara, Presiden Tajikistan Emomali Rahmon dan Presiden Widodo membahas kerjasama ekonomi dalam industri pengolahan tekstil dan kapas.
Adapula pertemuan antara Presiden Rahmon dan Perdana Menteri Sri Lanka yang dikabarkan terfokus pada pembentukan kerjasama bilateral antara kedua negara dalam membangun pembangkit listrik tenaga air berkapasitas kecil dan menengah serta membuka pabrik bersama untuk pengolahan bahan tambang di Tajikistan.
Selain perkembangan-perkembangan di atas, Forum WIEF ke-12 juga membukukan pertukaran 10 Nota Kesepahaman dengan total nilai sebesar US$899,60 juta. Sektor yang mendapatkan manfaat dari perjanjian tersebut adalah perumahan, fasilitas medis, industri halal, industri waralaba, keuangan Islam dan pasar modal.
Tak mau kalah, Bursa Malaysia dan Bursa Efek Indonesia menandatangani perjanjian kerjasama untuk pengembangan pasar modal syariah di Malaysia dan Indonesia dengan tujuan membangun kedua negara tersebut sebagai hub pasar modal syariah terkemuka di dunia.
Diluar sektor keuangan, Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) dan operator pelabuhan PT Pelabuhan Indonesia II (IPC) menandatangani kesepakatan untuk mengembangkan Hub Halal internasional pertama di Indonesia yang akan memproses dan mengelola semua kontainer berdasarkan prinsip syariah.
Kesepakatan lintas-batas yang lain adalah perjanjian tripartit antara Kumpulan Perubatan Johor SdnBhd, Malaysia dan dua perusahaan Jepang -Sojitz Corporation dan Capital Media Co Ltd untuk mendirikan sebuah Pusat Onkologi di Rumah Sakit Medika Bumi Serpong Damai (RSMBSD) di Tangerang, Indonesia dengan nilai investasi sebesar US$12 juta.
Kesepakatan signifikan lainnya adalah perjanjian antara tiga pengembang properti Malaysia, yaitu Sime DarbyBerhad, SP Setia (Indonesia) Sdn Bhd, dan I & P Grup SdnBhd, dan pengembang Indonesia, PT Hanson International, untuk bersama-sama mengembangkan proyek perumahan dengan harga terjangkau senilai US$862.000.000 di daerah Maja di kawasan barat Jakarta, Indonesia.
WIEF ke-12 sendiri mempunyai misi untuk memperkuat peran serta meningkatkan pengakuan global terhadap UMKM Indonesia. Dalam pernyataan penutupnya, Sri Mulyani mengatakan bahwa WIEF ke-12 telah berhasil mengeksplorasi peran penting UMKM dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. “Upaya ini menegaskan kembali fakta bahwa pemberdayaan UMKM dengan mendorong dan memfasilitasi keikutsertaan mereka yang lebih besar dalam perekonomian akan memacu inovasi dan meningkatkan efisiensi MSME yang dapat memberikan keunggulan kompetitif dalam lanskap bisnis yang terus berkembang” ujarnya.
Perkembangan-perkembangan di WIEF ke-12 tentu saja telah menciptakan momentum yang kuat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi bagi para peserta dan negara-negara dari dunia Muslim dan non-Muslim.
Pada sesi penutupan, Ketua WIEF Foundation, Tun Musa Hitam mengatakan bahwa perjanjian antara perusahaan-perusahaan Indonesia dan perusahaan-perusahaan regional membuktikan bahwa WIEF ke-12 telah menjadi platform strategis untuk kolaborasi penting dalam memperkuat dan menghubungkan ekonomi di negara-negara Muslim dengan negara-negara lain baik di skala regional maupun global.
“Hal ini mencerminkan kepercayaan diri, keberanian dan ketegasan kita dalam menjawab tantangan ekonomi saat ini, dengan menunjukkan pentingnya model kolaboratif yang memungkinkan terciptanya nilai bersama yang sangat diperlukan dalam rangka mensejajarkan dunia Muslim dengan non-Muslim dalam upaya menyebarkan pertumbuhan ekonomi” imbuh Tun Musa Hitam. (*)