Oleh Cyrillus Harinowo, Komisaris Independen Bank Central Asia
BARU-BARU ini (tepatnya 14 Agustus 2025), saya mengunjungi perusahaan kapal besar di Surabaya yaitu PT PAL. Perusahaan pembuat kapat tersebut didirikan pada 1939 di zaman pemerintahan Belanda dengan nama Marine Establishment. Pada masa pendudukan Jepang, perusahaan ini beralih nama menjadi Kaigun SE 2124.
Setelah Indonesia merdeka, perusahaan tersebut berubah nama menjadi Penataran Angkatan Laut (PAL). Berdasarkan PP No. 4 Tahun 1980, perusahaan ini kemudian berubah status menjadi PT PAL Indonesia (Persero). Status tersebut diperkuat lagi dengan UU No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, dalam hal ini BUMN strategis diberi ruang yang lebih luas.
Ini merupakan kunjungan saya yang kedua setelah saya mengunjungi galangan kapal tersebut pada 2010. Pada kunjungan saya yang pertama di 2010, saya diterima Ir. Harsusanto, direktur utamanya. Pada waktu itu, PT PAL telah berhasil mengembangkan beberapa buah kapal niaga curah dengan kapasitas yang sangat besar yaitu 50.000 ton yang kemudian dikenal sebagai Star 50.
PT PAL pada waktu itu juga telah berhasil membangun tanker ukuran yang sangat besar. Salah satu produksinya adalah MV Fastron yang dipesan oleh Pertamina dan hingga saat ini masih melayani kebutuhan distribusi minyak oleh Pertamina. Kapal MV Fastron tersebut memiliki bobot 30.000 ton.
Dalam kunjungan saya yang pertama tersebut, PT PAL baru saja menyelesaikan kapal Landing Platform Dock (LPD) KRI Banjarmasin dan KRI Banda Aceh untuk Angkatan Laut. Kedua kapal tersebut melengkapi dua LPD sebelumnya, yaitu KRI Makassar dan KRI Surabaya, yang diproduksi di Korea.
Beberapa tahun kemudian, kapal LPD buatan PT PAL tersebut dilirik Angkatan Laut Filipina yang kemudian memesan dua kapal dengan menamakannya Strategic Sealift Vessel (SSV). Kedua kapal tersebut sudah diserahkan di 2016 dan 2017. Pertengahan 2022, negara ini memesan lagi dua kapal SSV dan saat ini sedang dikerjakan oleh PT PAL.
Selain Filipina, ada Uni Emirat Arab (UEA). UEA merupakan negara kedua yang juga tertarik dengan produk LPD dan memesannya kepada PT PAL. Kapal pesanan UEA tersebut memiliki spesifikasi yang agak berbeda dibandingkan dengan kapal LPD sebelumnya. Kapal ini memiliki panjang 163 meter dengan lebar 24 meter dan memiliki bobot benaman sebesar 12.500 ton. Kapal ini dipesan dengan kecepatan 15 knot dan dilengkapi dengan tempat pendaratan helikopter yang lebih panjang dan juga dengan hangar yang dapat memuat dua buah helikopter.
Baca juga: Industri Pembuatan Kapal Indonesia, Terbesar dan Disegani di Asia Tenggara
Pada waktu kunjungan saya yang pertama tersebut, saya juga memperoleh informasi bahwa salah satu kapal korvet kelas Sigma yang dibuat di Belanda oleh perusahaan Damen Schelde dan diserahkan ke TNI AL tahun 2007 (untuk kapal korvet yang pertama yaitu KRI Diponegoro) sedang mengalami overhaul di galangan kapal tersebut. Bahkan, dalam proses tersebut, ternyata PT PAL mampu memperbaiki “kesalahan“ desain dari kapal tersebut sehingga memberi kesan yang mendalam di hati saya mengenai kemampuan teknologi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Pada kunjungan pertama saya tersebut, PT PAL juga sudah mulai mengembangkan desain untuk membuat kapal Perusak Kawal Rudal (PKR) yang dapat dikategorikan sebagai kapal fregat kelas kecil yaitu berukuran panjang 105 meter, lebar 14 meter dengan berat benaman (displacement) 2.365 ton dan dengan kecepatan maksimum 28 knot.
Ternyata kapal PKR tersebut akhirnya dibangun sebanyak dua unit oleh PT PAL sesuai dengan pesanan Kementerian Pertahanan dan diselesaikan di 2016 dan diberi nama KRI RE Martadinata. Kapal PKR yang kedua juga berhasil diselesaikan oleh PT PAL di 2016 dan diberi nama KRI Ngurah Rai sehingga menambah kekuatan tempur Angkatan Laut Indonesia.
Dalam kunjungan saya yang kedua, pertengahan Agustus 2025, saya melihat perkembangan yang mencolok. Ternyata makin banyak hangar tertutup yang berisi fasilitas pembuatan kapal, dari kapal niaga sampai dengan kapal selam.
Bahkan, di lahan PT PAL tersebut juga terdapat unit General Engineering yang antara lain membuat Pembangkit Tenaga Listrik yang dibangun di atas kapal tongkang (barge mounted power plant) pesanan PT PLN yang dapat ditarik sampai sungai-sungai yang relatif kecil sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mengaliri listrik ke daerah-daerah terpencil dalam rangka pemerataan energi di negara kita.
Pada saat kunjungan saya yang kedua tersebut, PT PAL sedang mengerjakan beberapa kapal, yaitu dua buah Fregat Merah Putih, kapal SSV pesanan dari Filipina, dan juga LPD pesanan dari UEA.
Pembangunan Fregat Merah Putih
PT PAL dewasa ini sedang mengerjakan kapal perang yang lebih besar dari kapal PKR, yaitu kapal Fregat Merah Putih. Kapal ini memiliki panjang 140 meter serta berat benaman (displacement) sebesar 5.996 ton, lebih dari dua kali lipat berat benaman dari kapal PKR. Nantinya kapal jenis ini akan dilengkapi dengan persenjataan yang modern, termasuk 64 peluncur vertikal peluru kendali, torpedo, meriam kaliber 76 mm dan meriam kaliber 35 mm.
Kapal ini untuk pertama kali diproduksi sebanyak dua buah, di mana kapal yang pertama saat ini sudah lumayan lanjut tahapan produksinya sehingga diperkirakan pada Oktober 2026 sudah mulai bisa diluncurkan. Pembuatan kapal tersebut memperoleh bantuan dari perusahaan kapal perang dari Inggris yaitu Babcock serta dibantu pula oleh perusahaan kapal perang dari Turki.
Jika kedua kapal fregat tersebut berhasil diselesaikan, maka Angkatan Laut Indonesia akan makin diperkuat sehingga dapat membawa Indonesia memiliki tingkat ketahanan yang lebih tinggi. Terlebih lagi dengan kemampuan Indonesia memproduksi sendiri kapal fregat tersebut, maka kemandirian di bidang alutsista sungguh jadi mengalami peningkatan yang tajam.
Kemampuan Indonesia untuk memproduksi kapal PKR dan Fregat Merah Putih tersebut pada waktunya juga akan memungkinkan Indonesia menjadi basis produksi kapal perang yang dibutuhkan oleh banyak negara. Sehingga, bukan tidak mungkin (jika pemerintah Indonesia mengizinkan), Indonesia akan memiliki kapasitas untuk melakukan ekspor kapal perang semacam itu setelah berhasil mengekspor kapal LPD.
Pembangunan Kapal Selam Scorpene
PT PAL pun sudah berhasil mengembangkan produksi kapal selam kelas Chang Bogo dengan bantuan teknologi dari Korea Selatan. Dalam hal ini telah diproduksi dua kapal selam yang diproduksi di Korea (KRI Nagapasa dan KRI Ardadedali) serta sebuah kapal selam yang diproduksi sepenuhnya di Indonesia yaitu KRI Alugoro. Ketiga kapal selam tersebut telah memperkuat Angkatan Laut Indonesia bersama KRI Cakra yang sudah lebih lama mengabdi kepada Angkatan Laut Indonesia.
Dalam perkembangan terakhir, PT PAL mengalami lonjakan kemajuan dengan akan diproduksinya kapal selam yang dikembangkan oleh Naval Group dari Prancis yaitu kapal selam kelas Scorpene. Perkembangan ini merupakan suatu surprise bagi PT PAL karena sebetulnya Prancis sudah menggadang-gadang Australia untuk mengembangkan kapal selam tersebut tetapi pada saat terakhir menolaknya setelah berlangsung pembicaraan bertahun-tahun.
Situasi tersebut memungkinkan PT PAL memperoleh kesempatan untuk memproduksi langsung kapal selam Scorpene yang pertama di Indonesia dengan bantuan sepenuhnya dari Naval Group Prancis.
Dengan akan terjadinya alih teknologi dari Naval Group Prancis kepada PT PAL Indonesia, maka bukan tidak mungkin di masa depan PT PAL juga akan memiliki kemampuan untuk mengembangkannya dan juga memproduksi untuk pasar ekspor sebagaimana yang dewasa ini dilakukan untuk kapal LPD.
Baca juga: Kisah PHE ONWJ Evakuasi Kapal Nelayan di Pesisir Pantai Utara Jawa
Membangun Kapal Induk: Mengapa Tidak?
Dalam beberapa waktu terakhir terjadi perdebatan mengenai pengembangan kapal induk di Indonesia. Banyak pihak menyampaikan gambaran untuk pembelian kapal induk dari Italia. Sebagian video YouTube bahkan bercerita mengenai kemungkinan pembelian kapal induk sekelas Nimitz dari Amerika.
Di tengah perdebatan tersebut, PT PAL diam-diam sudah menyiapkan rencana pengembangan Kapal Induk untuk Helikopter. Kapal semacam ini berada dalam kemampuan PT PAL untuk mengembangkannya. Saya bahkan sudah memperoleh penjelasan mengenai kemampuan PT PAL membangun kapal induk helikopter tersebut pada saat kunjungan saya di 2010. Dengan bertambahnya waktu, bisa dipastikan kemampuan PT PAL untuk mewujudkan impian tersebut menjadi lebih besar lagi.
Pada akhirnya waktu jugalah yang akan menjadi saksi, ke mana arah pengembangan PT PAL lebih lanjut di masa depan. (*)









