Jakarta – Kondisi geopolitik Timur-Tengah kembali memanas. Hal itu dipicu oleh Iran yang mengirimkan 300 rudal dan drone ke Israel pada akhir pekan lalu. Lalu, bagaimana dampaknya ke pasar modal Indonesia?
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, menyebutkan bahwa kondisi memanasnya geopolitik Timur-Tengah secara langsung memang belum memberikan dampak yang signifikan ke pasar modal Indonesia, namun pergerakan pasar cenderung lebih khawatir dan ke arah pesimis.
“Sejauh ini pelaku pasar dan investor sudah mulai tenang, namun kejadian ini membuat pelaku pasar dan investor jauh lebih berhati-hati dalam memilih investasi yang berisiko seperti saham,” ucap Nico kepada Infobanknews dikutip, 17 April 2024.
Baca juga: IHSG Anjlok 2 Persen Lebih, BEI Ungkap Biang Keroknya
Untuk saat ini, kata Nico, banyak pelaku pasar dan investor memilih instrumen investasi yang lebih aman seperti emas yang justru mengalami kenaikkan. Investor juga akan cenderung wait and see terkait dengan situasi dan kondisi yang ada saat ini hingga mendapatkan kabar lebih lanjut.
Di sisi lain, dengan semakin memanasnya konflik geopolitik Timur-Tengah dapat memicu harga minyak mengalami kenaikan dan berdampak ke komoditas lainnya. Hal ini dikarenakan Iran adalah salah satu negara yang memproduksi minyak cukup besar.
“Namun juga harus diperhatikan, bagaimana dengan permintaan? Apakah berkurang atau justru meningkat. Kalau berkurang, hal ini akan mendorong harga semakin mengalami kenaikkan lebih tinggi. Namun permintaan masih diproyeksikan akan stabil, oleh sebab itu kenaikkan harga lebih kepada disebabkan adanya tensi geopolitik,” imbuhnya.
Berdasarkan hal itu, sektor-sektor yang memiliki eksposure impor besar, seperti farmasi di mana bahan baku cenderung mengalami kenaikkan akibat pelemahan rupiah. Lalu, sektor energi yang berhubungan dengan bisnis minyak seperti ELSA, MEDC, dan AKRA, diproyeksi meningkat.
Baca juga: Begini Pengaruh Perubahan Suku Bunga Acuan ke Pasar Modal RI
Adapun, pemicu pergerakan IHSG yang melemah usai libur Lebaran 2024 juga disebabkan oleh beberapa sentimen lainnya. Di antaranya US Change in nonfarm payrolls yang mengalami kenaikkan dan level pengangguran di Amerika Serikat (AS) yang mengalami penurunan.
Lalu, inflasi di AS yang mengalami kenaikkan. Kemudian, potensi penurunan tingkat suku bunga The Fed yang mundur dari sebelumnya prediksi bulan Juni menjadi September atau bahkan Desember mendatang dan kemungkinan terburuknya adalah The Fed justru tidak menurunkan tingkat suku bunga. (*)
Editor: Galih Pratama