Jakarta – Perusahaan tembakau asal Amerika Serikat (AS) Philip Morris melalui PT HM Sampoerna Tbk berencana untuk melakukan investasi terkait dengan pengembangan lahan pertanian tembakau.
Sebagaimana diketahui, menjelang akhir 2015 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan ke AS, dan mendapatkan komitmen AS untuk investasi senilai US$1,9 miliar dalam pengembangan bisnis PT HM Sampoerna Tbk.
Menanggapi kondisi tersebut, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyatakan, dengan adanya investasi langsung asing (FDI) tersebut, diharapkan dapat menghidupkan lagi lahan-lahan pertanian tembakau yang masih membutuhkan pendampingan atau percontohan.
“Selanjutnya, pemerintah juga harus memikirkan untuk menghidupkan kembali kawasan yang dahulu menjadi basis produksi tembakau. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan insentif ke petani,” ujar Ketua APTI Soeseno di Jakarta, Kamis, 21 Januari 2016.
Selain itu, masuknya investasi asing di industri hasil tembakau akan berdampak positif, sepanjang dana itu tetap berpihak kepada petani tembakau. “Kalau pun ada investasi yang akan menyerap hasil-hasil petani tembakau, apakah dari asing atau dari dalam negeri, petani akan senang,” ucapnya.
Lebih lanjut Soeseno mengatakan, sejauh ini penerbitan Permen Perindustrian No.63/2015 sudah positif bagi industri tembakau nasional, karena pemerintahkan sudah menetapkan peningkatan target produksi rokok menjadi 524 miliar batang.
Perlu diketahui, pada Lampiran Permen Perindustrian No. 63/2015 menyebutkan, produksi industri hasil tembakau (IHT) mengalami kenaikan signifikan dari 218,73 miliar batang rokok di 2006 menjadi 341 miliar batang pada 2013.
“Melalui roadmap itu (Roadmap Pengembangan Klaster Industri Hasil Tembakau) justru akan meningkatkan permintaan tembakau terhadap petani lokal,” kata Soeseno.
Dia mengungkapkan, saat ini lahan pertanian tembakau hanya seluas 192.525 hektar yang mampu berproduksi mencapai 163.187 ton per musim. “Dengan adanya target produksi 524 miliar batang rokok, maka kebutuhan terhadap tembakau sebanyak 500 ribu ton.
Dia menambahkan, saat ini kebutuhan tembakau nasional mencapai 300 ribu ton per tahun, sementara kemampuan produksi hanya 200 ribu ton. “Setiap tahun kita harus mengimpor 100 ribu ton,” tutup Soeseno. (*) Rezkiana Nisaputra