Manado – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) berpotensi besar mendongkrak kinerja perbankan dan perekonomian. Namun, investasi AI butuh dana besar. Maka, kolaborasi bisa menjadi pilihan yang lebih realistis.
Hal itu diungkapkan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK Dian Ediana Rae dalam Members Meeting ATM Bersama 2025 bertema “Boderless Connectivity: Strengthening Trust in Digital Transaction” yang diselenggarakan PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa) di Manado, Sulawesi Utara, Jum’at, 19 September 2025.
Dian mengutip studi yang dipublikasikan The Economist, yang menyebut bahwa penghimpunan dana yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur AI hingga 2028 atau hanya tiga tahun dari sekarang mencapai USD3.000 triliun.
Baca juga: Atasi Tantangan Digitalisasi Sektor Keuangan, OJK Dorong Kolaborasi Lintas Sektor
Ia menilai, investor selalu mengejar teknologi yang menjanjikan. Tapi, rush terhadap terhadap AI menjadi yang paling ekstrem dibandingkan booming teknologi yang pernah terjadi sebelumnya.
“Model artificial general intelligence (AGI) yang lebih baik dari rata-rata manusia dalam tugas cognitive akan terjadi hanya dalam beberapa tahun ke depan. Implikasinya tentu akan serius dan memerlukan pemikiran mendalam terhadap ekonomi, sosial, dan tentu saja regulasi dan hukum,” kata Dian.
Di lain sisi, studi dari PWC menyebut, AI berpotensi memberikan kontribusi USD15,7 triliun terhadap PDB global, atau lebih besar 14 persen dibandingkan tanpa AI.
Tapi, beberapa ahli juga menyatakan dampak yang lebih kecil. Daron Acemoglu (MIT) memproyeksikan AI berkontribusi sekitar 1-2 persen terhadap total PDB global.
“Kesimpulan ini didasarkan asumsi hanya sekitar 5 persen tugas-tugas dapat dilakukan oleh AI untuk menggantikan peran manusia secara lebih murah,” kata Dian.
Digitalisasi yang dilakukan Indonesia, lanjut Dian, dinilai masih cukup ketinggalan. Maka industri jasa keuangan didorong melakukan perubahan yang lebih radikal. Tapi tentu saja biaya yang dibutukan sangat mahal. Padahal, daya saing perbankan ke depan akan sangat bergantung pada kemampuan dalam mengelola teknologi dan adopsi AI.
“Harapan kami perbankan melakukan langkah-langkah strategis, termasuk terus mempertimbangkan konsolidasi perbankan atau langkah-langkah lain untuk mendorong daya saing,” ujarnya.
Baca juga: Destry Damayanti: Digitalisasi Sistem Pembayaran Jadi Game Changer Perekonomian
Sebagai informasi, OJK sendiri telah menerbitkan Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan dan Panduan Resilensi Digital. Salah satu fokus utamanya adalah mendorong kolaborasi bank dalam ekosistem digital dan pengembangan bisnis model baru melalui platform sharing, infrastructure sharing, dan kerja sama distribusi produk dan layanan, termasuk ekosistem sistem pembayaran.
“Jadi bayangkan saja sekarang yang bisa menggunakan super apps ini hanya beberapa bank. Saya kira ini sudah bisa kita bayangkan Bapak-Ibu sekalian berapa duit yang harus kita keluarkan masing-masing bank tanpa adanya kolaborasi bersama,” tegas Dian.
Adapun penggunaan AI di industri perbankan akan memperluas customer experience nasabah, mendorong efisiensi, meningkatkan kualitas manajemen risiko, termasuk fraud detection, credit risk assessment hingflga regulatory compliance. (*) Ari Astriawan









