Jakarta – Sejak akhir 2015 lalu, Indonesia telah resmi memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan sudah mulai diberlakukan. Namun, sampai saat ini, integrasi ekonomi antar negara-negara Asean dianggap masih minim.
Padahal, MEA sendiri merupakan sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antar negara-negara Asean. Seluruh negara anggota Asean telah menyepakati perjanjian ini. MEA dirancang untuk mewujudkan Wawasan Asean 2020.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini, di Jakarta, Senin, 1 Februari 2016. “Kalau MEA ini, integrasi diantara negara-negara Asean masih minim, karena Indonesia belum memiliki strategi yang sangat form,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pemerintah harus mempersiapkan strateginya agar integrasi antara Indonesia dengan negara Asean dapat terwujud. Terlebih sinergi antar BUMN juga dibutuhkan. Dengan begitu, kata dia, maka kedepannya akan menguntungkan perekonomoian nasional.
“Ini langkah kita untuk mempercepat persiapan. Kalau integrasi itu dilakukan maka cost produksi (biaya produksi) akan menurun, tentu saja ini yang diperlukan dalam menghadapi MEA. Maka daya saing dari industri-industri kita di Asean bisa meningkat,” tukas Hendri.
Lebih lanjut dia menilai, kondisi infrastruktur yang belum maksimal dan kesiapan tenaga kerja, masih menjadi kendala bagi Indonesia dalam menghadapi MEA. Namun demikian, dia meyakini, perusahaan BUMN dapat bersaing, dan menjadi pilar utama.
“Saya yakin Kementerian BUMN sudah menyiapkan strategi untuk sinergi ini. Ketersediaan energi, pangan, infrastruktur, kita semua punya sektor-sektor ini. Kita punya kewajiban mendorong BUMN ini untuk menjadi pilar dalam bersaing,” ucapnya. (*) Rezkiana Nisaputra