Jakarta– Pemerintah menambah 19 bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau yang lebih dikenal sebagai Daftar Negatif Investasi (DNI).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, ke-19 bidang usaha itu tercakup dalam kegiatan jenis usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi yang menggunakan teknologi sederhana/madya dan/atau resiko kecil/sedang dan/atau nilai pekerjaan kurang dari Rp10 milyar. Dalam DNI sebelumnya, dipersyaratkan adanya saham asing sebesar 55% di bidang-bidang usaha seperti jasa pra design dan konsultasi, jasa design arsitektur, jasa administrasi kontrak, jasa arsitektur lainnya,dan sebagainya.
Selain itu, terdapat 39 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK yang diperluas nilai pekerjaanya dari semula sampai dengan Rp1 miliar menjadi sampai dengan Rp50 miliar. Kegiatan itu mencakup jenis usaha jasa konstruksi, seperti pekerjaan konstruksi untuk bangunan komersial, bangunan sarana kesehatan, dan lain-lain.
Menurut Darmin, untuk memperluas kegiatan usaha UMKMK itu dilakukan reklasifikasi dengan menyederhanakan bidang usaha. Misalnya 19 bidang usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi dijadikan 1 jenis usaha. “Karena itu jenis/bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK menjadi lebih sederhana dari 139 menjadi 92 kegiatan usaha,” ujar Darmin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis 11 Februari 2016.
Sedangkan untuk kemitraan yang ditujukan agar Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) bekerja sama dengan UMKMK yang semula 48 bidang usaha, bertambah 62 bidang usaha sehingga menjadi 110 bidang usaha. Bidang usaha itu antara lain: usaha perbenihan perkebunan dengan luas 25 Ha atau lebih, perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet, dan sebagainya. UMKMK juga tetap dapat menanam modal, baik di bidang usaha yang tidak diatur dalam DNI maupun bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan lainnya.
“Perubahan Daftar Negatif Investasi ini telah dibahas sejak 2015, dan sudah melalui sosialisasi, uji publik, serta konsultasi dengan Kementerian/Lembaga, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya,” kata Darmin.
Darmin menjelaskan, selain meningkatkan perlindungan terhadap UMKMK, perubahan DNI ini dilakukan juga untuk memotong mata rantai pemusatan ekonomi yang selama ini dinikmati oleh kelompok tertentu. Dengan demikian harga-harga bisa menjadi lebih murah, misalnya harga obar dan alat kesehatan. Mengantisipasi era persaingan dan kompetisi Indonesia yang sudah memasuki MEA.
Selain membuka lapangan kerja dan memperkuat modal untuk membangun, perubahan ini juga untuk mendorong perusahaan nasional agar mampu bersaing dan semakin kuat di pasar dalam negeri maupun pasar global. Kebijakan ini bukanlah liberalisasi tetapi upaya mengembangkan potensi geopolitik dan geo-ekonomi nasional, antara lain dengan mendorong UMKMK dan perusahaan nasional meningkatkan kreativitas, sinergi, inovasi, dan kemampuan menyerap teknologi baru dalam era keterbukaan.
Dalam kebijakan baru ini, sebanyak 35 bidang usaha, antara lain: industri crumb rubber; cold storage; pariwisata (restoran; bar; cafe; usaha rekreasi, seni, dan hiburan: gelanggang olah raga); industri perfilman; penyelenggara transaksi perdagangan secara elektronik (market place) yang bernilai Rp100 milyar ke atas; pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi; pengusahaan jalan tol; pengelolaan dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya; industri bahan baku obat, dikeluarkan dari DNI.
Hal penting lainnya adalah hilangnya rekomendasi pada 83 bidang usaha, antara lain Hotel (Non Bintang, Bintang Satu, Bintang Dua); Motel; Usaha Rekreasi, Seni, dan Hiburan; Biliar, Bowling, dan Lapangan Golf.
Revisi DNI juga membuka 20 bidang usaha untuk asing dengan besaran saham tertentu, yang sebelumnya PMDN 100%. Bidang usaha itu antara lain jasa pelayanan penunjang kesehatan (67%), angkutan orang dengan moda darat (49%); industri perfilman termasuk peredaran film (100%); instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi/ekstra tinggi (49%).
Berikut adalah perubahan komposisi saham PMA dalam DNI adalah:
30% sebanyak 32 bidang usaha, yaitu antara lain budi daya hortikultura, perbenihan hortikulutura, dan sebagainya. Tidak berubah karena mandat UU.
33% sebanyak 3 bidang usaha, yaitu distributor dan pergudangan meningkat menjadi 67%, serta cold storage meningkat menjadi 100%.
49% sebanyak 54 bidang usaha, dimana 14 bidang usaha meningkat menjadi 67% (seperti: pelatihan kerja, biro perjalanan wisata, lapangan golf, jasa penunjang angkutan udara, dsb); dan 8 bidang usaha meningkat menjadi 100% (seperti: sport center, laboratorium pengolahan film, industri crumb rubber, dsb); serta 32 bidang usaha tetap 49%, seperti fasilitas pelayanan akupuntur.
51% sebanyak 18 bidang usaha, dimana 10 bidang usaha meningkat menjadi 67% (seperti: museum swasta, jasa boga, jasa konvensi, pameran dan perjalanan insentif, dsb); dan 1 bidang usaha meningkat menajdi 100%, yaitu restoran; serta 7 bidang usaha tetap 51%, seperti pengusahaan pariwisata alam.
55% sebanyak 19 bidang usaha, dimana semuanya bidang usaha meningkat menjadi 67%, yaitu jasa bisnis/jasa konsultansi konstruksi dengan nilai pekerjaan diatas Rp10 miliar.
65% sebanyak 3 bidang usaha, dimana 3 bidang usaha meningkat menjadi 67%, seperti penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang terintegrasi dengan jasa telekomunikasi, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang terintegrasi dengan jasa telekomunikasi, dsb.
85% sebanyak 8 bidang usaha, dimana 1 bidang usaha meningkat menjadi 100%, yaitu industri bahan baku obat; dan 7 bidang usaha lainnya tetap karena UU, seperti sewa guna usaha, dsb.
95% sebanyak 17 bidang usaha, dimana 5 bidang usaha meningkat menjadi 100% (seperti: pengusahaan jalan tol, pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi/tes laboratorium, dsb); dan 12 bidang usaha tetap 95% karena UU seperti usaha perkebunan dengan luas 25 ha atau lebih yang teritegrasi dengan unit pengolahan dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas tertentu, dsb. (*) Ria Martati