Poin Penting
- Menkes Budi Gunadi Sadikin menegaskan inflasi kesehatan Indonesia sudah mencapai 9–11 persen, jauh melampaui pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen
- Kenaikan biaya layanan kesehatan yang lebih tinggi dari pendapatan masyarakat dinilai sebagai titik paling berbahaya, sehingga perlu pengendalian serius agar tidak membebani peserta
- BPJS berperan sebagai penyeimbang antara penyedia layanan dan masyarakat, dengan kinerja Dirut diukur dari kemampuannya menekan inflasi kesehatan.
Jakarta – Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa tantangan terbesar sistem kesehatan Indonesia saat ini bukan hanya soal pendanaan, tetapi inflasi biaya kesehatan yang terus merangkak naik dan mengancam keberlanjutan layanan.
Ia menyebut inflasi kesehatan nasional sudah berada di kisaran 9 sampai 11 persen, jauh di atas pertumbuhan ekonomi yang hanya sekitar 5 persen.
“Ini titik yang paling berbahaya di semua negara. Inflasi kesehatan itu jauh di atas GDP, termasuk di Indonesia,” ujar Budi dalam acara Diskusi Publik BPJS Kesehatan di Jakarta, Jumat (12/12)
Baca juga: Menkes Minta Kemenkeu Percepat Pencairan Dana Tambahan Rp20 Triliun untuk BPJS Kesehatan
Ia menggambarkan ketimpangan tersebut dengan analogi sederhana.
“Suaminya naik gaji 5 persen, tapi istrinya minta uangnya naik 11 persen. Belum apa-apa sudah bisa ribut. Nah itu yang harus kita tekan,” jelas Budi.
Menurutnya, pengendalian inflasi kesehatan hanya dapat dicapai jika ada keseimbangan yang kuat antara penyedia layanan. Di antara lain seperti rumah sakit, klinik, dokter, dan industri farmasi, dengan kepentingan masyarakat sebagai penerima layanan. Dan peran menjaga keseimbangan itu, katanya, berada di tangan BPJS Kesehatan.
Baca juga: DPR Desak Kemenkes dan BPJS Kesehatan Segera Terbitkan Regulasi Penghapusan Tunggakan
“Tugasnya pak Ghufron (Dirut BPJS Kesehatan) adalah menjaga agar inflasi kesehatan itu jangan tinggi. Dia satu-satunya wakil masyarakat yang bisa menyeimbangkan antara supply side dengan masyarakat,” ucapnya.
Budi bahkan menegaskan bahwa ukuran kinerja Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti tidak dinilai dari seberapa banyak rumah sakit menyukainya.
“Kalau pak Ghufron itu dicintai seluruh rumah sakit, itu berarti pak Ghufron nggak perform. Tapi kalau semua rumah sakit misuh-misuh sama dia, artinya dia perform sekali,” imbuhnya. (*) Alfi Salima Puteri










