Poin Penting
- COO Hyundai Motor Indonesia, Fransiscus Soerjopranoto, menyebut pasar otomotif nasional 2025 hanya sekitar 720–780 ribu unit, jauh dari potensi ideal 1 juta unit per tahun.
- Hyundai menanam investasi USD3 miliar (Rp50 triliun) di Indonesia, mencakup pabrik kendaraan, baterai berkapasitas 10 GWh, serta pengembangan lini EV dan hybrid.
- Tantangan utama industri EV meliputi infrastruktur, literasi pasar, dan produksi lokal. Hyundai juga mulai mengembangkan hydrogen ecosystem bersama Pertamina dan Pemprov Jabar.
Tangerang Selatan – Industri otomotif Indonesia sedang menghadapi masa yang menantang. Di tengah gencarnya dorongan elektrifikasi kendaraan, pasar nasional justru mengalami perlambatan.
“Kalau kita bicara industri otomotif Indonesia, kondisinya saat ini sebenarnya tidak baik-baik saja,” ujar Fransiscus Soerjopranoto, COO PT Hyundai Motor Indonesia dalam acara forum diskusi bertema “Synergizing Energy, Finance, & Agribusiness for a Greener Future” yang digelar Infobank Media Group dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di Tangerang Selatan, 31 Oktober 2025.
Menurutnya, pasar otomotif nasional yang idealnya berada di kisaran 1 juta unit per tahun, kini hanya diperkirakan mencapai 720–780 ribu unit di 2025. Ini jauh dari potensi maksimalnya. Padahal, Indonesia pernah mencatatkan masa keemasan, seperti era Avanza–Veloz di 2002 dan program Low Cost Green Car (LCGC) pada 2012, yang berhasil menjaga pasar di angka sejuta unit.
Baca juga: Dapat Insentif, Hyundai Genjot Produksi Mobil Listrik
Hyundai Dorong Percepatan Ekosistem Kendaraan Listrik
Sejak diterbitkannya PP 55 Tahun 2019 tentang percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, Hyundai menjadi salah satu pemain utama yang konsisten mendorong percepatan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Pada 2020, Hyundai memperkenalkan Kona Electric dan Ioniq, disusul Ioniq 5 yang kini telah diproduksi secara lokal di Cikarang.
“Produk saja tidak cukup,” tegas Frans, sapaan akrab Fransiscus Soerjopranoto.
Karena itu, kata Frans, Hyundai juga menanamkan investasi senilai USD3 miliar atau sekitar Rp50 triliun di Indonesia, mencakup pabrik kendaraan, pabrik baterai, dan fasilitas produksi komponen lokal.
Dia melanjutkan, pabrik baterai hasil kolaborasi Hyundai–LG Indonesia memiliki kapasitas 10 gigawatt-hour, cukup untuk memasok hingga 150 ribu kendaraan listrik setiap tahunnya.
“Tak hanya investasi fisik, Hyundai juga memperluas lini produknya dari EV murni hingga hybrid, dengan deretan model seperti Santa Fe Hybrid, Tucson Hybrid, dan Palisade Hybrid,” jelasnya.
Tantangan Infrastruktur dan Edukasi
Meski investasi dan teknologi terus berkembang, tantangan industri kendaraan listrik di Tanah Air masih berlapis.
“Pertama adalah limitasi infrastruktur pengisian daya. Perubahan dari mengisi bensin ke mengisi listrik butuh adaptasi dan kesiapan ekosistem,” jelasnya.
Hyundai sendiri sudah membangun lebih dari 250 charging station di seluruh Indonesia, ditambah 5 operator mitra, sehingga totalnya mencapai 880 titik pengisian—belum termasuk 3.500 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang tersebar di sejumlah wilayah Tanah Air.
Tantangan kedua adalah kurangnya literasi masyarakat soal kendaraan listrik. Masih banyak calon konsumen yang khawatir terhadap ketahanan baterai, biaya perawatan, hingga ketersediaan layanan purna jual.
“Edukasi pasar jadi kunci, dan itu sudah kami lakukan sejak 2020,” ujar Frans.
Sementara tantangan ketiga adalah produksi lokal. Meski Hyundai sudah selangkah lebih maju dengan fasilitas di Indonesia, masih dibutuhkan dukungan kebijakan dan rantai pasok yang kuat agar industri EV nasional benar-benar mandiri.
Baca juga: Infobank dan Kemenpora Gelar Forum Diskusi “Synergizing Energy, Finance, & Agribusiness for a Greener Future”
Proyek Hydrogen Ecosystem
Tak berhenti di kendaraan listrik, Hyundai kini juga menatap energi masa depan berbasis hidrogen. Bersama Pertamina dan Pemerintah Jawa Barat, Hyundai mengembangkan proyek hydrogen ecosystem di TPA Sarimukti, yang mengubah limbah menjadi sumber energi terbarukan.
Proyek ini telah diteken pada April 2025 dan menjadi bagian dari visi Hyundai untuk membangun ekosistem mobilitas berkelanjutan, termasuk potensi penggunaan hidrogen untuk kendaraan berat dan industri logistik. (*)









