Jakarta – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat perusahaan asuransi jiwa telah melakukan pembayaran klaim Rp72,47 triliun di sepanjang semester I 2025. Klaim tersebut diberikan kepada 5,01 juta penerima manfaat.
Ketua Bidang Kanal Distribusi AAJI, Elin Waty mengatakan, total pembayaran klaim tersebut turun sebanyak 6,7 persen dari semester I 2024 yang mencapai Rp77,67 triliun dengan 5,20 juta penerima manfaat.
“Angka ini turun 6,7 persen dibanding periode sama tahun lalu, terutama karena penurunan klaim partial withdrawal,” ucap Elin dalam Konferensi Pers di Jakarta, 22 Agustus 2025.
Baca juga: Pendapatan Industri Asuransi Jiwa Naik 3,6 Persen Jadi Rp109 Triliun di Semester I 2025
Meski demikian, klaim kesehatan mengalami kenaikan 3,2 persen menjadi Rp12,20 triliun. Lonjakan terbesar berasal dari klaim kesehatan perorangan yang naik 25,5 persen menjadi Rp9,56 triliun, sementara klaim kesehatan kumpulan turun 37,2 persen menjadi Rp2,64 triliun.
“Tren kenaikan klaim kesehatan individu menjadi perhatian penting. Reformasi industri kesehatan diharapkan dapat segera berjalan agar manfaat perlindungan dapat ditawarkan dengan nilai premi yang seimbang bagi masyarakat,” imbuhnya.
Tak hanya klaim kesehatan, AAJI juga mencatat kenaikan klaim meninggal dunia yang sebanyak 5,4 persen menjadi Rp5,18 triliun yang dibayarkan kepada 280 ribu penerima manfaat selama semester I 2025.
“Sepanjang periode Januari hingga Juni 2025, pembayaran klaim meninggal dunia tercatat mengalami peningkatan 5,4 persen dengan total pembayaran sebesar Rp5,18 triliun,” ujar Elin.
Baca juga: Transisi PSAK 117, OJK Kasih “Injury Time” Asuransi Lapor Keuangan hingga 15 Agustus 2025
Jika dirinci lebih jauh, klaim kesehatan secara perorangan mengalami peningkatan signifikan 25,5 persen menjadi Rp9,56 triliun dari Rp7,62 triliun. Sementara klaim kumpulan menurun 37,2 persen menjadi Rp2,64 triliun di semester I 2025 dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,21 triliun.
“Tentunya kami akan terus memantau perkembangan ini secara berkala untuk melihat apakah tren tersebut bersifat sementara atau menunjukkan pola yang berkesinambungan,” tutupnya. (*)
Editor: Galih Pratama









