oleh Agung Galih Satwiko
PASAR saham di Asia kemarin umumnya menguat setelah data ekspor China yang menunjukkan peningkatan. Indeks Shanghai Composite menguat 1,4% sementara indeks Nikkei Jepang naik 2,8%. Di Eropa, FTSE 100 Inggris menguat 1,9%, dan S&P 500 di AS naik 1%.
Ekspor China bulan Maret naik 11,5% yoy (dalam satuan USD). Data ini lebih baik daripada bulan Februari yang mencatat penurunan ekspor 25,4% yoy. Data bulan Maret juga melampaui ekspektasi pelaku pasar yang memperkirakan kenaikan ekspor China sebesar 8,5%. Sementara itu impor bulan Maret turun 7,6% yoy dan sejalan dengan penurunan impor di bulan Februari yang tercatat sebesar 13,8% yoy. Data ekonomi China ini disambut positif oleh pelaku pasar paling tidak karena dua hal, pertama di tengah pelambatan ekonomi global dan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh IMF kemarin, paling tidak ekonomi China menunjukkan resiliensi. IMF sendiri kemarin menurunkan pertumbuhan ekonomi global kecuali China. Kedua, hal ini juga menunjukkan langkah kebijakan moneter yang ditempuh PBOC sama sekali bukan tanpa hasil.
Penasehat ekonomi Perdana Menteri Jepang menyatakan bahwa Jepang memerlukan double stimulus untuk membawa ekonomi Jepang keluar dari bayang-bayang pelemahan ekonominya. Stimulus yang diberikan harus merupakan kombinasi antara stimulus fiskal dan stimulus moneter. Terkait stimulus fiskal Jepang perlu mendorong ekonomi melalui belanja fiskal yang terarah dengan kebutuhan dana yang diperkirakan sebesar 10 triliun Yen (USD92 miliar). Sementara di sisi moneter BOJ perlu lebih banyak membeli ETF dan aset berisiko lainnya. Jepang akan menyelenggarakan rapat penentuan kebijakan moneter berikutnya tanggal 27-28 April.
Masih dari Asia, kemarin World Bank mengingatkan bahwa pemerintah Vietnam menghadapi tantangan fiskal yang cukup signifikan seiring dengan meningkatnya utang publik, termoderasinya pertumbuhan ekonomi, dan turunnya cadangan devisa Vietnam. Utang publik terhadap GDP diperkirakan akan mencapai 64%, lebih tinggi dari Thailand (41%) dan Malaysia (56%).
IMF kemarin dalam update triwulanan World Economic Outlook menyatakan bahwa periode pertumbuhan ekonomi rendah yang berkepanjangan telah membuat ekonomi global semakin terekspos dengan negative shock dan meningkatkan risiko akan tergelincirnya ekonomi global ke arah stagnasi. Dalam kesempatan tersebut IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2016 menjadi 3,2% dari proyeksi bulan Januari sebesar 3,4%. Untuk tahun 2017 IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,6% menjadi 3,5%. Salah satu risiko terbesar yang dilihat oleh IMF adalah kembalinya turbulensi di pasar keuangan yang akan menggerus kepercayaan investor. Namun demikian IMF justru meningkatkan proyeksi pertumbuhan eknomi China sebesar 0,2% tahun ini menjadi 6,5% seiring tanda resiliensinya permintaan domestik dan pertumbuhan sektor jasa yang meng-offset pelemahan di sektor manufaktur.
Dari AS, JPMorgan melaporkan laba per lembar saham pada triwulan I-2016 sebesar USD1,32, melampaui ekspektasi sebesar USD1,28. Laba triwulan I-2016 yang sebesar USD23,7 miliar melampaui estimasi USD23,2 miliar. Harga saham perbankan di AS meningkat setelah keluarnya data ini, meskipun belum semua bank melaporkan labanya. Masih dari AS, data penjualan ritel bulan Maret turun 0,3% lebih rendah dibandingkan ekspektasi pelaku pasar sebesar kenaikan 0,1%. Laju pertumbuhan penjualan ritel pada triwulan I yang lemah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi AS Q1 yang juga diperkirakan tidak cukup kuat. Sementara itu data inflasi di tingkat produsen untuk bulan Maret tercatat deflasi sebesar 0,1% akibat rendahnya harga bahan bakar dan rendahnya inflasi.
Harga minyak dunia ditutup turun, meskipun dalam laporannya kemarin OPEC memperkirakan produksi minyak oleh Negara penghasil minyak non-OPEC akan turun lebih dalam dari perkiraan sebelumnya. Penurunan itu disebabkan oleh turunnya jumlah produksi minyak di China, AS dan UK. WTI crude Nymex untuk pengiriman Mei turun USD0,41 (1%) ke level USD41,7 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman Juni turun USD0,51 (1,1%) ke level USD44,1 per barrel.
Yield UST 10 tahun turun 1 bps ke level 1,76%, data ekonomi AS yang dirilis kemarin cenderung negatif. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 year telah turun 51 bps (akhir tahun lalu 2,27%). Sementara itu yield UST 30 tahun juga turun tipis 1 bps ke level 2,58%. Di Eropa, yield German bund 10 tahun turun 4 bps ke level 0,12%.
Pasar SUN ditutup menguat, yield SUN tenor 10 tahun turun 7 bps ke level 7,42%. Yield SUN tenor 10 tahun telah turun 132 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%. IHSG ditutup naik 23,4 poin (0,5%) ke level 4.853. Investor asing membukukan net sell sebesar Rp98 miliar, sehingga year to date investor asing membukukan net buy sebesar Rp5,1 triliun. Year to date IHSG membukukan peningkatan indeks sebesar 5,6% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Sementara itu, nilai tukar Rupiah melemah Rp43 ke level Rp13.158 per Dolar AS. NDF 1 bulan melemah Rp75 ke level Rp13.166 per Dolar AS. Sementara itu persepsi risiko turun, CDS 5 tahun turun 5 bps ke level 198. CDS Indonesia 5 tahun telah turun 32 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 230 bps. (*)
Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK